Bandung (ANTARA News) - Peringkat infrastruktur pelabuhan di Indonesia menduduki urutan ke-104 atau lebih rendah dibanding negara-negar ASEAN lainnya seperti Singapura (1), Malaysia (16), Thailand (48) dan Filipina (100), kata Ketua Himpunan Ahli Pelabuhan Indonesia Wahyono Bimarso mengutip Global Competitiveness Reprot (Laporan Daya Saing Global).

"Dibanding negara-negara ASEAN, infrastruktur pelabuhan Indonesia tertinggal cukup jauh dan peringkatnya menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya," katanya pada sarasehan alumni sipil ITB angkatan 1972, di Bandung, Kamis.

Mengutip laporan tahun 2008-2009, Wahyono yang juga Ketua Panitia Sarasehan dalam makalahnya berjudul "Permasalahan Infrastruktur Transportasi di Indonesia, Khususnya Infrastruktur Pelabuhan", mengatakan sementara Vietnam pada urutan ke-112 dari 134 negara.

Masalah infrastruktur pelabuhan di Indonesia antara lain alur pelayaran, pemanduan dan penundaan ("tug and plit services"), fasilitas "breakwater" (pemecah gelombang), lapangan penumpukan peti kemas, operasi terminal dan lingkungan pelabuhan, katanya pada sarasehan dengan tema "Pembangunan Infrastruktur yang Berkelanjuan Untuk Menjadi Keutuhan NKRI Sebagai Negara Maritim Dengan Konektivitas Antar Moda Darat, Laut dan Udara yang Prima.

Wahyono mengingatkan bahwa peran pelabuhan sangat penting dalam masalah logistik. Ia mengatakan 90 persen barang yang diekspor dan 84 persen barang angkutan domestik menggunakan angkutan laut. Ia juga mengingatkan bahwa transportasi laut adalah moda transportasi paling murah untuk jarak jauh dan volume besar.

Pada kesempatan itu, ia juga mengatakan manajemen interkoneksi antara infrastruktur pelabuhan laut, transportasi darat dan pergudangan/industri di Indonesia yang buruk menjadi salah satu penyebab tingginya biaya logistik di Indonesia.

"Biaya logistik Indonesia sangat tinggi, rata-rata 14,08 persen dari total penjualan, dibanding dengan negara maju seperti Jepang hanya 4,8 persen," kata Wahoyono.

Wahyono mengatakan kemacetan yang terjadi di Jakarta mengakibatkan truk-truk hanya dapat melakukan satu kali perjalanan dalam satu ahri dari lokasi industri ke Pelabukan Tanjung Priuk. Akibatnya, ongkos pengiriman di Jakarta menjadi dua kali lebih mahal daripada di Malaysia atau Thailand.

Ongkos pengiriman satu peti kemas dari Padang ke Jakarta Rp5,4 juta sementara ongkos pengiriman yang sama dari Jakarta ke Singapura hanya Rp1,8 juta, katanya.

Ia mengatakan strategi logistik perlu dikembangkan di Indonesia. Untuk transportasi darat perlu mengurangi beban jalan dengan mengembangkan jaringan transportasi antarmoda dan pusat logistik sebagai upaya meningkatkan kelancaran arus barang dari pusat produksi menuju tempat untuk melakukan ekspor/impor dan angkutan antarpulau.

Strategi transportasi laut antara lain adalah memberlakukan asas "cabotage" (keharusan menggunakan kapal berbendera Indonesia oleh perusahaan angkutan laut nasional) dan menyiapkan pelabuhan sebagab hubungan internasional di kawasan Indonesia barat dan timur untuk melepaskan diri dari ketergantungan pada hub internasional di negara lain.

Sementara strategi transportasi udara adalah mengoptimalkan peran bandar udara yang ada untuk dapat berfungsi sebagai bandar udara kargo.(ANT)



Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011