Jakarta (ANTARA News) - Persatuan Insinyur Indonesia (PII) meminta pemerintah dan DPR memberikan perhatian khusus pada masih rendahnya gaji para peneliti utama dan perekayasa utama yang merupakan jabatan fungsional tertinggi teknolog.

"Tingkat gaji yang sekarang menunjukkan bahwa kita telah mematikan masa depan bangsa karena dipastikan akan menurunkan daya saing serta akan mendorong `brain drain` (perginya orang-orang pintar keluar negeri," kata Ketua Umum PII, Muhammad Said Didu, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.

Mantan Sekretaris Menteri BUMN itu menyebutkan, Gaji Peneliti Utama dan Perekayasa Utama (jabatan fungsional tertinggi para teknolog) di Indonesia saat ini hanya sekitar lima persen dari gaji profesi yang sama di negara tetangga dan hanya satu persen dari gaji di negara industri maju.

"Ini menunjukkan bahwa kita telah mematikan masa depan bangsa karena dipastikan akan menurunkan daya saing serta akan mendorong `brain drain`," tegas Said Didu.

PII meminta agar pemerintah dan DPR memberikan perhatian khusus terhadap masalah tersebut dan mengharapkan semua pihak tidak terjebak pada kepentingan politik jangka pendek dan demi kekuasaan.

"Negara Indonesia harus tetap ada sampai kapan pun dalam keadaan makmur dan berdaya saing tinggi. Saatnya mengurangi retorika dan melakukan aksi nyata menyelamatkan negara ini dari penurunan daya saing," kata Said Didu.

PII merupakan organisasi yang menghimpun para insinyur atau lulusan Fakultas Teknik dan Fakultas Teknik Pertanian di seluruh Indonesia. Anggotanya adalah insinyur Warga Negara Indonesia dan bisa mencakup lulusan universitas dalam dan luar negeri.

Menurut Said Didu, pada saat ini berkembang empat istilah rekayasa, yaitu rekayasa teknik (engineering), rekayasa finansial (financial engineering), rekayasa kebijakan (policy engineering), dan rekayasa politik (political engineering).

Rekayasa teknik berkembang searah dengan kemajuan iptek, sedangkan istilah rekayasa lainnya baru berkembang pesat masing-masing pada era tahun 70-an, 80-an, dan 90-an.

Peningkatan daya saing dan pengembangan industri di suatu negara selalu dimulai dari hasil rekayasa teknik yang menentukan jenis dan struktur indutri yang akan dikembangkan.

Setelah itu, dicarikan model pembiayaan yang sesuai dan sering diistilahkan dengan "financial engineering". Selanjutnya dilakukan perumusan hukum dan kebijakan untuk memberikan perlindungan yang sering diistilahkan dengan "policy engineering".

Untuk mempercepat proses industrialisasi dan peningkatan daya saing dirancang suatu keputusan politik dan diistilahkan "political engineering".

Hal yang perlu diwaspadai adalah jika proses tersebut berlangsung terbalik dan dimulai rekayasa politik. Dan gejala proses terbalik tersebut mulai terlihat sejak reformasi tahun 1998.

(T.A039/A027)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011