Timika (ANTARA News) - PT Freeport Indonesia siap menempuh jalur hukum ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) untuk menyelesaikan konflik dengan Pengurus Unit Kerja Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PUK SPSI) perusahaan itu.

"Kami akan tetap berupaya untuk menyelesaikan masalah ini berdasarkan pertimbangan wajar yang dapat dinegosiasikan. Tetapi kami juga telah siap untuk upaya penyelesaian melalui Pengadilan Hubungan Industrial, seperti yang diamanatkan oleh hukum Indonesia, jika persetujuan tidak dapat dicapai," kata Juru Bicara PT Freeport, Ramdani Sirait, Senin.

Pernyataan ini disampaikan Ramdani menyusul belum adanya tanggapan dari PUK SPSI atas tawaran manajemen Freeport soal kenaikan upah pekerja sebesar 30 persen selama perundingan bipartit yang difasilitasi Pemkab Mimika selama dua pekan lalu.

Ramdani mengklaim PT Freeport beritikad baik, termasuk dengen beberapa kali merevisi penawaran kenaikan upah guna mencapai kesepakatan kerja baru yang adil dan wajar.

Dia menyebut paket kompensasi yang ditawarkan Freeport sebagai yang terbaik di pasar tenaga kerja terampil Indonesia.

Dalam penawaran terakhirnya PT Freeport memberikan jaminan pendapatan kotor terendah untuk pekerja level pemula (F1) minimum Rp11 juta per bulan, sudah termasuk upah lembur reguler terjadwal dan bonus lainnya.

Sedangkan pendapatan kotor tertinggi untuk pekerja level A5 mencapai Rp19 juta per bulan, termasuk upah lembur regular terjadwal dan bonus lainnya.

PUK SPSI sendiri telah merevisi tawarannya di mana proposal terakhir menyebut tingkat kenaikan 400 persen dari upah pekerja yang diterima saat ini, yaitu Rp28 juta untuk level terendah dan Rp 78 juta untuk level tertinggi.

Bupati Mimika, Klemen Tinal membenarkan PT Freeport telah mendaftarkan permohonan ke PHI Jakarta untuk menyelesaikan konflik ketenagakerjaan dengan PUK SPSI sejak 11 Oktober 2011.

Jika dalam waktu 60 hari setelah diajukan ke PHI belum ada keputusan maka UU Ketenagakerjaan mengisyaratkan untuk kembali ke Perjanjian Kerja Bersama (PKB) periode 2009-2011 yang berlaku sebelumnya.

"Ini fakta, bukan khayalan-khayalan sehingga harus dipikirkan secara baik. Jangan berpikir idealis, tolong pertimbangkan keluarga," pinta Klemen Tinal saat pertemuan dengan manajemen PT Freeport dan perwakilan PUK SPSI, Sabtu pekan lalu.(*)

E015/A011

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011