Jakarta (ANTARA News) - Indonesia merupakan satu-satunya negara kepulauan (archipelago state) di dunia yang berada di khatulistiwa dan memiliki kekayaan keaneragaman hayati utamanya hutan. Posisi itu membuat Indonesia banyak menghasilkan oksigen dan menyerap karbon.

Oleh karena itu Indonesia memiliki potensi sebagai penyedia oksigen dan berkontribusi dalam pasar karbon reguler dalam hal hutan tropis yang dimilikinya.

"Indonesia punya kemampuan terutama hutan tropisnya, dalam konteks REDD nilai karbon itu bernilai 240 milyar dolar, nah persoalannya adalah bagaimana kita memiliki kemampuan untuk hal itu," kata Poltak Hotradero kepala divisi riset bursa efek Indonesia dalam diskusi bertajuk 20+ for Indonesia forest di @America ,Jakarta.

Menurutnya Pendapatan perkapita kita yang semakin meningkat berkontribusi terhadap perilaku masyarakat dimana semakin makmur masyarakat maka mereka akan semakin peduli dengan persoalan lingkungan dan kesehatan karena orang butuh air,lingkungan, oksigen yang semakin menipis persediaannya di wilayah perkotaan.

"Pendapatan perkapita kita berada di 3000 dolar dan ketika mencapai pada level 5000 dolar orang akan lebih peduli pada persolan kesehatan dan lingkungan," katanya.

Ia mengutarakan bahwa sektor kehutanan dalam perdagangan porsinya kecil dibandingkan dulu yang sudah sangat kecil, Indonesia kedepan akan semakin urban dan diproyeksikan dalam 30 tahun kedepan akan banyak penduduk yang tinggal di wilayah kota, dan masalahnya adalah bagaimana ketersediaan orang untuk menjaga hutan yang adanya di luar wilayah kota.

243 milyar dolar merupakan nilai pasar karbon reguler, jika Indonesia mampu mengelola hutannya dengan baik maka Indonesia akan bisa menjual oksigen lebih mahal ketimbang kayunya, kita punya target pengurangan emisi 30 persen di tahun 2020 jadi penyerapan karbon itu cara satu satunya untuk mewujudkan hal itu.

"Di masa depan Indonesia bisa menjual oksigen lebih tinggi dari harga kayunya," katanya

Posisi perdagangan kita keluar negeri khusus untuk produk hutan itu berada di nomor 5 dan nomor satu itu batu bara, ini membuktikan bahwa produk hutan kita itu terbelakang.

"Dugaan saya kita berada pada jenjang bahwa nilai tambahnya sangat rendah, dan yang dominan dari ekspor kita ada diluar sektor kehutanan," ungkapnya. (yud)

Pewarta: Yudha Pratama Jaya
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011