Jakarta (ANTARA) - Kantor Staf Presiden (KSP) mendorong pembuatan kebijakan yang dapat menjadi terobosan untuk mempercepat penyelesaian konflik pertanahan di aset-aset milik entitas PT Perkebunan Nusantara (PTPN).

Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Abetnego Tarigan dalam rapat lintas kementerian/lembaga di Jakarta, Kamis, menginisiasi dibuatnya kebijakan yang dapat menjadi payung hukum skema penyelesaian konflik agraria. Kebijakan tersebut juga harus sejalan dengan Reforma Agraria yang sedang dijalankan pemerintah.

"Penanganan kasus-kasus di PTPN selama ini masih bersifat kasuistis sehingga sangat mengandalkan diskresi yang ada, terutama dari Presiden. Permasalahannya adalah diskresi ini harus punya dasar hukum yang jelas agar tidak dikategorikan sebagai penyalahgunaan kewenangan," kata Abetnego melalui keterangan tertulis KSP mengenai rapat lintas kementerian/lembaga yang turut dihadiri perwakilan PT Perkebunan Nusantara (Persero) Holding itu.

KSP mencatat setidaknya terdapat 223 kasus pengaduan dari masyarakat terkait permasalahan agraria yang menyangkut aset milik PTPN. Laporan pengaduan tersebut disampaikan langsung ke Presiden Joko Widodo atau kementerian/lembaga di lingkup Istana Kepresidenan.

Baca juga: Legislator: Kasus penyerobotan tanah PTPN harus diproses

Baca juga: Moeldoko: Penyelesaian konflik agraria disertai pemberdayaan warga


Menurut Abetnego, pihak PTPN juga melaporkan adanya 153 titik lokasi penguasaan aset PTPN oleh pihak ketiga dengan total luas mencapai 65 ribu hektare. Sebanyak 133 titik lokasi dari total 153 titik lokasi dikuasai oleh masyarakat.

KSP menilai penyelesaian konflik agraria di aset PTPN juga masih menemui banyak kendala. Salah satu kendala-nya karena lemahnya posisi hukum masyarakat untuk membuktikan kepemilikan/penguasaan lahan, dan juga waktu yang lama dalam menyelesaikan perkara.

"Dari sekitar 65 ribu hektare lahan yang bersengketa pada aset PTPN, mayoritas-nya adalah pemukiman dan fasilitas umum yang berkaitan dengan ratusan ribu keluarga. Namun, upaya pengelolaan konflik pertanahan masih reaksioner daripada penanganan secara sistematis. Maka ini menjadi catatan penting untuk merumuskan payung hukum bagi percepatan penyelesaian konflik," tutur Abetnego.

Abetnego menambahkan satu kebijakan terobosan dan komprehensif yang mampu menjadi payung hukum penyelesaian konflik agraria itu akan mengurangi potensi konflik horizontal yang dipicu perbedaan persepsi mengenai implementasi hukum.

Rapat lintas kementerian/lembaga tersebut turut dihadiri oleh perwakilan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Sekretariat Kabinet, Staf Khusus Presiden, Kementerian Keuangan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara.

"KSP akan merencanakan rapat koordinasi lanjutan untuk membahas lebih lanjut proses perumusan terobosan kebijakan tersebut," ujar Abetnego.

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022