Mataram (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat mendukung program Pemerintah Kota Mataram yang akan membuat pusat pengolahan sampah organik dengan metode biokonversi BSF (black soldier fly).

"Alhamdulillah, pengolahan sampah dengan metode BSF di Mataram sudah jalan di lingkungan dan kelurahan dan kini sedang menyiapkan diri menjadi pusat BSF," kata Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Hj Sitti Rohmi Djalilah di Mataram, Jumat.

Pernyataan itu disampaikan Wakil Gubernur NTB seusai menyerahkan bantuan uang tunai dan beras secara simbolis kepada 859 petugas kebersihan di halaman Kantor Wali Kota Mataram.

Menurut dia, Kota Mataram menjadi satu daerah yang paling cepat merespons program pengolahan sampah dengan metode BSF. Melalui pengolahan BSF sampah organik yang sangat bau bisa diolah menjadi berbagai jenis makan ternak sehingga memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi.

Baca juga: Mendagri harap penanganan sampah dapat dilakukan secara berkelanjutan

"Seperti pusat BSF di Lingsar Kabupaten Lombok Barat, kini sudah kewalahan menerima pesanan pelet untuk pakan ternak," katanya.

Terkait dengan itu, pihaknya mendorong dan siap memberikan dukungan termasuk edukasi kepada semua daerah di Provinsi Nusa Tenggara Barat yang siap menerapkan pengolahan sampah dengan metode BSF atau maggot.

"Kalau masalah dukungan, Insya Allah kita bisa berikan. Sekarang tergantung respons dari kabupaten/kota," katanya.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mataram HM Kemal Islam sebelumnya mengatakan saat ini pihaknya mulai melaksanakan pembangunan lapak pengembangan budidaya maggot, sebagai upaya mengurangi 30 persen volume sampah basah dari rumah tangga yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA).

Baca juga: DLH: Volume sampah di Mataram turun karena program pemilahan

"Saat ini kita sedang melakukan pengurukan lahan untuk pembangunan lapak budidaya maggot. Untuk pengurukan kita butuh sekitar 400 ton, dan sudah berjalan 50 persen," katanya.

Ia mengatakan, lapak sarana dan prasarana pengembangan maggot tersebut dibangun di Bank Sampah Lisan Kebon Talo dengan total anggaran Rp1,2 miliar.

"Jika semua proses bisa berjalan sesuai perencanaannya, kita targetkan Agustus 2022, pengembangan maggot di Kebon Talo bisa kita mulai," katanya.

Ia mengatakan, untuk pangsa pasar maggot saat ini sudah banyak, sebab maggot banyak diolah menjadi pakan ternak seperti ayam, burung, dan ikan.

Baca juga: Pemerintah dorong ekonomi hijau melalui pengelolaan sampah

Selain itu, maggot juga bisa diolah menjadi tepung yang dijadikan bahan campuran pembuatan pakan ternak. Harga tepung maggot mencapai hingga Rp70 ribu per kilogram.

"Budidaya maggot ini bisa menjadi peluang pendapatan daerah yang baru," katanya.

Pewarta: Nirkomala
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022