Jakarta (ANTARA News) - Satu dari enam orang dewasa di Indonesia pernah mengalami depresi yakni gangguan kejiwaan yang merupakan ketidakseimbangan antara konsentrasi, semangat, pola tidur dan nafus makan seseorang, kata ahli kedokteran jiwa dari FK Unair Surabaya Dr B Handoko Daeng, SpKJ. "Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) menyimpulkan bahwa depresi berdampak buruk bagi penurunan produktivitas manusia serta kondisi ekonomi suatu negara," katanya di Jakarta, kemarin. Dalam dikusi tentang penatalaksanaan pengobatan bagi penderita depresi, Handoko mengatakan, depresi dapat menimpa seluruh lapisan masyarakat yang dampaknya langsung dapat dirasakan, seperti gangguan kejiwaan, mempengaruhi kegiatan fisik, sosial dan dapat mengarah upaya bunuh diri. Menurut Handoko, sekitar 90 persen penderita depresi akan mengalami gangguan dalam hubungan dengan teman, keluarga, pergaulan sosial, sehingga penderita tidak dapat menjalankan pekerjaan seperti biasanya. "Pada tingkat terparah depresi bisa menimbulkan tindakan bunuh diri. Data di Amerika Serikat (AS) pada 2004 bahwa bunuh diri akibat depresi menempati urutan ke-11 penyebab kematian," katanya. Dampak lain bahwa kaum wanita yang terkena depresi akan mengalami kerugian dua kali lipat, yakni tidak dapat melakukan aktivitas dalam keluarga dan tidak mampu bekerja di luar rumah. Sementara itu, ahli kesehatan jiwa FKUI/RSCM Jakarta Dr ALbert Maramis, SpKJ mengatakan, pengobatan untuk penderita depresisaat ini telah mengalami kemajuan yakni penemuan sistem pengobatan SNRI (Seotonin Norepinefrin Reuptake Inhibitor) yang mampu mengembalikan tingkata konsentrasi otak penderita depersi serta dan mencegah pemutusan meminum obat. "Dengan meminum obat oral SNRI merek generik Venlafaksin HCL atau Eflexor XL sekali sehari, maka dalam waktu 1-2 minggu, akan diketahui perubahan konsentrasi penderita depresi," katanya. Gejala depresi disebabkan karena adanya ketidakseimbangan "neurotransmitter serotonin dan norepineprion" di sel-sel otak manusia, sehingga dengan satu jenis obat baru itu secara kimia akan mampu meberikan keseimbangan di otak, kata Alber Maramis. Manajer produksi PT Wyeth Indonesia Dr Widaja Kusuma menambahkan, penemuan jenis obat SNRI itu oleh perisahaan farmasi Wyeth dari Amerika Serikat telah melalui riset selama 10 tahun terkahir sehingga tidak diragukan tingkat kualitas dan keamanan obat itu.(*)

Copyright © ANTARA 2006