Jakarta (ANTARA News) - Tiga direksi PT Cipta Graha Nusantara (PT CGN) yang dituntut pidana penjara 17 tahun dalam perkara korupsi kredit macet Bank Mandiri yang merugikan negara sebesar Rp160 miliar menegaskan kredit tersebut tidak macet. "Hutang pokok dan bunga telah dibayar, kurang lebih mencapai Rp58 miliar," kata Dirut PT CGN Edyson saat membacakan pledoi atau nota pembelaannya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa. Edyson selaku Direktur Utama, Diman Ponijan selaku Direktur dan Saipul Anwar selaku Komisaris Utama PT CGN menjadi pesakitan perkara tindak pidana korupsi sebagaimana pasal dakwaan yaitu pasal 2 (1) jo pasal 18 UU 31 /1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 (1) ke-1 jo pasal 64 KUHPidana. Dalam pemeriksaan perkara korupsi itu, Jaksa mengemukakan bahwa pengucuran kredit dari Bank Mandiri ke PT CGN yang membeli hak tagih PT Tahta Medan itu dilakukan tidak sesuai KPBM (Kebijakan Perkreditan Bank Mandiri) dan UU Perbankan karena permohonan disetujui dalam waktu relatif cepat (satu hari) dan tidak memenuhi prinsip kehati-hatian karena tidak menganalisa capital atau modal PT CGN yang tercatat Rp600 juta. Dalam dakwaan Jaksa disebutkan kerugian negara akibat PT CGN tidak memenuhi kewajiban dan meminta adanya reschedulling atau penjadwalan kembali jatuh tempo pada September 2007. Edyson mengatakan, hingga Januari 2006, terkait upaya pelunasan kredit itu pihaknya tidak pernah mendapat teguran dari Bank Mandiri berikut juga perkara pidana maupun perdata. Ia juga menjelaskan, perusahaannya berdiri secara sah dan tidak masuk daftar hitam dari Bank Indonesia. Sementara itu terdakwa Diman Ponijan menyatakan dirinya selaku Direktur Keuangan justru tidak pernah terlibat dalam proses pengajuan permohonan kredit yang dimaksudkan untuk membeli aset PT Tahta Medan itu. Ia mengatakan dirinya justru berupaya agar Hotel Tiara Medan yang merupakan bagian dari PT Tahta Medan dengan catatan tingkat hunian rendah dapat meningkat sekitar 15 persen mencapai 85 persen. "PT CGN menolong Bank Mandiri dengan membeli PT Tahta Medan yang pailit dan mempunyai utang di BCA," kata Diman menjelaskan niat perusahaannya itu. Diman menjelaskan, hasil dari hotel itu tetap digunakan membayar pokok dan angsuran bunga namun adanya hambatan pembayaran terkait rencana penyelesaian Tiara Tower Medan yang juga merupakan aset PT Tahta Medan. Terhadap nota pembelaan itu, JPU tidak memberikan replik (tanggapan pledoi) dan menyatakan tetap pada tuntutan pidana yang diajukannya. Majelis Hakim yang diketuai Sri Mulyani menetapkan sidang berikut dengan agenda pembacaan putusan perkara pada Kamis, 23 Februari terkait hampir berakhirnya masa penahanan para terdakwa tanggal Minggu, 26 Februari mendatang.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006