Nusa Dua (ANTARA News) - "Kemajuan yang kami peroleh selama pertemuan APEC akan menciptakan lapangan kerja dan menjaga daya saing Amerika di kawasan, yang sangat penting tidak hanya untuk ekonomi kami, tetapi juga untuk keamanan nasional kami".

Presiden Amerika Serikat Barack Obama menyampaikan hal tersebut dalam konferensi pers di Hotel JW Mariott, kawasan resor Ihilani Ko Olina, Honolulu, untuk menyimpulkan hasil Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-19 Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) yang berakhir Minggu 13 November 2011.

Dalam konferensi pers tersebut, Obama menyampaikan kepuasannya atas hasil yang diperoleh dari dua hari pertemuan pemimpin 21 negara anggota APEC pada 12-13 November 2011 di Honolulu, Kepulauan Hawaii, Amerika Serikat.

Salah satu hasil positif yang disebut oleh Obama adalah tercapainya kesepakatan kerja sama Transpasifik di antara sembilan negara anggota APEC.

Sebagai tuan rumah, Amerika Serikat menunjukkan hegemoninya secara gigih dengan menawarkan kerja sama Transpasifik kepada negara-negara anggota APEC yang sesuai deklarasi Bogor Goals memiliki kehendak untuk menciptakan stabilitas dan kemakmuran kawasan Asia Pasifik melalui perdagangan dan investasi yang bebas serta terbuka.

Bogor Goals yang dideklarasikan pada 1994 itu menyebutkan negara-negara maju yang tergabung dalam APEC harus melaksanakan perdagangan bebas pada 2010 sedangkan untuk negara-negara berkembang pada 2020.

Sejak terbentuknya APEC, tarif perdagangan rata-rata untuk berbagai produk di Asia Pasifik telah menurun dari 16,9 persen ke 5,5 persen, sedangkan nilai perdagangan intra APEC mengalami peningkatan lebih dari lima kali lipat dari 1,7 triliun dolar AS menjadi hampir 10 triliun dolar AS.

Bagi Amerika Serikat, meningkatkan kerja sama di wilayah Asia Pasifik sangat penting karena negara-negara di kawasan tersebut adalah mitra ekspor AS yang utama. AS lebih banyak melakukan perdagangan dengan negara-negara Asia Pasifik dibanding Uni Eropa.

Apalagi di tengah krisis keuangan yang saat ini mendera bumi belahan barat, peranan negara-negara Asia semakin penting sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dunia. Negara Asia Pasifik yang mewakili separuh populasi dunia merupakan pasar yang potensial untuk menggairahkan kembali perekonomian dunia melalui konsumsi barang.

Amerika Serikat sebagai tuan rumah APEC 2011 tidak mau kehilangan kesempatan menggunakan kerja sama yang bisa disediakan oleh kawasan Asia Pasifik untuk melepas dampak krisis keuangan yang membelit negara itu sejak 2008.

Obama dalam konferensi pers usai KTT ke-19 APEC menyatakan tantangan utama dan terbesar bagi AS yang merupakan prioritasnya juga sebagai presiden adalah menciptakan lapangan kerja agar pengangguran di AS bisa memperoleh kembali sumber nafkah mereka.

"Dan salah satu cara terbaik untuk melakukannya adalah dengan meningkatkan perdagangan dan ekspor kita ke negara lain. Sebanyak 95 persen dari konsumsi dunia berada di luar jangkauan kita. Saya ingin orang-orang membeli barang dengan tiga kata terstempel di produk itu" Made in America," tutur Obama.

Untuk itu, AS gencar menjajakan "barang dagangan"nya selama pelaksanaan APEC 2011, yaitu kerja sama Transpasifik yang bertujuan membentuk kawasan perdagangan bebas pada 2012 dengan standar produk yang cukup tinggi.

Delapan negara anggota APEC menyambut inisiatif AS, yaitu Australlia, Selandia Baru, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Vietnam, Chili, dan Peru. Sedangkan Jepang, Kanada, dan Meksiko baru menunjukkan minat untuk bergabung dalam kerja sama tersebut.

Dalam pidatonya pada pertemuan negara anggota kerja sama Transpasifik, Obama menyatakan kerja sama itu akan mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi hambatan perdagangan dan investasi, serta meningkatkan eskpor dan menciptakan lebih banyak pekerjaan untuk masyarakat yang merupakan prioritas nomor satu pemerintahannya.

"Seperti perjanjian dagang AS dengan Korea Selatan, Panama, dan Kolombia, kerja sama Transpasifik juga akan membantu tujuan saya untuk melipatgandakan ekspor Amerika yang bisa menyediakan jutaan lapangan pekerjaan," kata Obama.

Indonesia Menolak

Indonesia sebagai negara pendiri APEC, menurut Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, sebenarnya didekati dan ditawari oleh AS untuk bergabung dalam kerja sama Transpasifik. Namun, Indonesia secara tegas menolak karena merasa belum siap.

"Indonesia belum siap masuk transpacific partnership dan apa pun yang kita lakukan berkaitan dengan kerja sama itu kita akan mempelajari. Tentunya masih banyak negara anggota APEC lain yang masih akan mempelajari plus dan minusnya," ujarnya.

Menurut Gita, Indonesia masih mempelajari keuntungan serta kerugian sebagai konsekuensi dari keanggotaan kerja sama Transpasifik karena posisi dasar Indonesia adalah mempercayai mekanisme perdagangan bebas selama diikuti oleh unsur keadilan dan keseimbangan.

"Jadinya, perdagangan bebas harus dibuntuti dan ditopang oleh keadilan dan keseimbangan. Kalau tidak ada dan ini tidak akan membuahkan `benefit` untuk Indonesia, saya rasa kita akan mengambil sikap yang sesuai," ujarnya.

Indonesia, lanjut dia, harus memeriksa kesiapan industri dalam negeri dan memastikan bisa mengirim produk serta jasa yang berskala sesuai dengan penurunan tarif yang disetujui dalam kerja sama Transpasifik tersebut.

Apabila Indonesia menyepakati perdagangan bebas berstandar tinggi namun tak mampu untuk memproduksi barang serupa, maka Indonesia hanya akan membuka diri untuk dibanjiri barang-barang impor dari negara-negara yang tergabung dalam kesepakatan Transpasifik tanpa mampu mengimbanginya dengan eskpor.

"Kita harus bisa mengukur parameter industri kita sudah terpenuhi atau tidak. Kalau belum, jangan buka-bukaan," ujar Gita.

Mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) itu menilai kerja sama Transpasifik sebenarnya salah memilih tempat lahir. APEC, menurut dia, seperti layaknya Asean adalah forum komunitas dan bukan forum negosiasi.

"Ini kan sudah kelihatan dipakai oleh beberapa anggota sebagai forum negosiasi," ujarnya.

Gita mengingatkan semangat Bogor Goals pada 1994 justru terletak pada pembangunan kapasitas sehingga setiap anggota APEC siap menghadapi perdagangan bebas dan terbuka pada 2020 yang sejatinya bertujuan mendatangkan stabilitas dan kemakmuran di kawasan Asia Pasifik.

"Saya rasa itu harus dijaga, ada semangat-semangat lainnya seperti capacity building yang harus dijunjung tinggi, jangan hanya liberalisasi untuk trade and investment saja," tuturnya.

Komunitas ASEAN

Krisis keuangan yang merepotkan Zona Euro masih menjadi pembahasan utama dalam KTT ke-19 APEC seperti halnya dalam pertemuan pemimpin negara anggota G20 pada 3-4 November 2011 di Cannes, Prancis.

Menurut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, masalah membangkitkan kembali pertumbuhan ekonomi dunia yang lesu, penciptaan lapangan perkerjaan dan stabilitas keuangan global, serta reformasi peraturan untuk menghilangkan hambatan pertumbuhan ekonomi, masih menjadi topik pembicaraan para pemimpin 21 negara anggota APEC.

Karena itu, Presiden mengatakan, KTT ke-19 APEC sebenarnya adalah kelanjutan dari KTT G20 di Cannes, Prancis, yang telah menghasilkan kerangka kerja dan rencana aksi untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang stabil, berimbang, dan berkelanjutan.

Kerangka kerja dan rencana aksi yang dihasilkan dari G20 itu oleh APEC dikembangkan implementasinya di kawasan Asia Pasifik.

"Maka bagaimana implementasinya pada tingkat kawasan Asia Pasifik, konsultasi seperti apa, sinergi dan koordinasinya seperti apa yang mesti kita lakukan pada tingkat APEC atau negara-negara di kawasan Asia dan Amerika ini," kata Presiden.

Namun, bagi Presiden Yudhoyono yang pada 2011 menjabat Ketua ASEAN, rangkaian pertemuan internasional yang dibebani masalah krisis keuangan global tidak hanya berhenti pada forum G20 dan APEC.

KTT ASEAN yang dilanjutkan dengan konferensi terkait, yaitu KTT ASEAN+3 bersama dengan China, Jepang, dan Korea Selatan, serta KTT Asia Timur yang dihadiri oleh AS dan Rusia sebagai mitra ASEAN pada 17-19 November 2011 di Bali, menurut Presiden, termasuk dalam satu rangkaian yang saling terkait dengan G20 dan APEC.

Kerja sama ASEAN yang kini lebih terstruktur dan teratur karena telah memiliki piagam Asean diharapkan dapat menghasilkan langkah-langkah efektif, nyata, terkoordinasi, dan terintegrasi secara baik untuk membantu para anggotanya mengatasi dampak krisis keuangan bersumber dari negara-negara maju itu.

"Oleh karena itu di akhir dari ASEAN Summit, ASEAN plus, termasuk East Asia Summit, saya akan menyampaikan konferensi pers yang lebih menukik, `down to earth`, seperti apa `policy` yang dikembangkan bersama." ujarnya.

Sebagai bagian dari poros pertumbuhan ekonomi dunia yang masih menyimpan banyak potensi untuk berkembang, ASEAN sesuai dengan tema KTT pada 2011 "ASEAN Community in Global Community" harus memainkan perannya dalam menciptakan tatanan perekonomian dunia yang stabil, berimbang, dan berkelanjutan.

Di tengah pesimisme banyak kalangan yang meragukan terwujudnya komunitas ASEAN 2015 karena kesenjangan cukup jauh di antara negara-negara anggotanya, ASEAN harus membuktikan kemampuannya untuk melakukan integrasi internal sekaligus menyumbangkan peranannya kepada dunia sebagai kawasan yang stabil dan terus tumbuh di Asia Tenggara.

Arsitektur global yang telah berubah dan memberikan kesempatan bagi negara-negara Asia untuk menjadi pusat pertumbuhan dunia harus dimanfaatkan oleh ASEAN untuk menjadi kawasan mandiri yang menyejahterakan penduduknya, bukan sekedar membuka diri sebagai pasar negara-negara maju demi pemulihan ekonomi mereka sendiri.(*)

D013/A011

Oleh Diah Novianti
Editor: Copywriter
Copyright © ANTARA 2011