Kami tahu ada kerja sama antara Amerika dan Australia dalam konteks mengirimkan pasukan Angkatan Laut sebagai bentuk komitmen Amerika di Asia Pasifik"
Nusa Dua, Bali (ANTARA News) - Jamuan makan malam di sela rangkaian KTT ke-19 ASEAN dan KTT terkait di Nusa Dua, Bali, sangat istimewa.

Bukan hanya menu makanan yang membuatnya istimewa, namun karena dua kekuatan raksasa dunia--Amerika Serikat dan China--bertemu di satu meja makan.

Jamuan makan malam itu dilaksanakan pada hari kedua pertemuan puncak para pemimpin negara ASEAN. Hari itu, para pemimpin ASEAN bertemu dengan tiga kepala negara mitra wicara, yaitu China, Korea Selatan, dan Jepang dalam forum bertajuk KTT ASEAN+3. Pada hari sama, Amerika Serikat juga hadir dalam forum terpisah.

Setelah melalui serangkaian pertemuan, para petinggi negara itu memenuhi undangan Presiden Yudhoyono dalam sebuah jamuan makan malam.

Mereka semua mengenakan batik, termasuk Barack Obama sang Presiden Negeri Paman Sam, dan Wen Jiabao sang Perdana Menteri Negeri Tirai Bambu.

Dua pejabat ini sangat dinanti ribuan wartawan di seantero bumi. Tidak lain dan tidak bukan, keduanya sangat dinanti terkait "perang dingin" antara Amerika Serikat dan China menyusul penempatan 2.500 marinir negeri Paman Sam di Australia.

Mereka disambut oleh Presiden dan Ibu Negara Ani Yudhoyono di halaman Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC).  Setelah singgah sejenak di ruang tunggu, para petinggi negara itu berjalan bersama ke ruang makan yang bisa menampung ratusan orang.

Ada yang menarik selama perjalanan itu. Presiden Obama nampak berbincang dengan Perdana Menteri Wen Jiabao. Mereka berbicara serius, tidak ada senyum dan tawa di sana, namun tidak ada raut penuh amarah.

Pembicaraan terus berlangsung hingga mereka memasuki ruang makan. Di ruang itu, Obama dan Wen Jiabao kembali berdekatan. Obama berbisik.

Jarak mereka memang sangat dekat dan suara mereka tenggelam dalam riuhnya suasana ruang makan. Wajah Obama hanya berjarak kira-kira satu jengkal dari muka Wen Jiabao.

Kedua orang itu kembali berbicara serius. Saking seriusnya, Obama sedikit membelakangi Presiden Yudhoyono yang duduk di deretan meja yang sama.

Sesekali obama menyondongkan badan sehingga mulutnya lebih dekat ke telinga Wen Jiabao untuk membisikkan sesuatu. Tak ada yang mendengar isi pembicaraan mereka.

Meski tak terdengar, persepsi publik sangat bebas melayang ke peristiwa ketika Obama memberikan pernyataan mengagetkan di Australia. Dia akan menempatkan 2.500 marinir di Darwin, wilayah Australia yang paling dekat ke Indonesia. Keputusan Obama itu kemudian menjadi riak ketegangan di kawasan Asia Pasifik.

Berbagai reaksi kemudian muncul setelah Obama menyatakan hal itu. Namun, bukan Obama kalau tidak percaya diri. Dia kembali menegaskan pernyataan itu kini di hadapan ratusan tentara.

New York Times melaporkan, Obama menyebut Darwin sebagai tempat yang tepat untuk membangun pangkalan militer.

"Kita memperdalam persekutuan kita dan tempat ini adalah tempat yang sempurna untuk melakukannya," kata Obama di sebuah hanggar di hadapan 2.000 tentara yang kebanyakan orang Australia.

Dalam laporan sama, New York Times menyebut keputusan Obama itu membuat gerah China. Negeri Tirai Bambu itu menyebut kebijakan Obama sebagai tindakan yang tidak pantas.

Peta ketegangan

Ketegangan di Asia kini terpusat di Bali. Sepuluh negara ASEAN ditambah delapan negara mitra wicara ASEAN berkumpul di Pulau Dewata.

ASEAN adalah Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara beranggotakan Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, Filipina, Kamboja, Vietnam, Laos, dan Myanmar.

Bila ditelisik satu per satu, peta ketegangan jelas terlihat. Garis-garis batas yang menunjukkan perbedaan cara pandang tergurat jelas. Sialnya, Indonesia terhimpit di tengah "perang dingin" tersebut.

Jauh sebelum Amerika Serikat berniat menempatkan ribuan prajurit marinir di Darwin, kawasan Laut China Selatan sudah sangat tegang. Kawasan yang diduga kaya minyak itu diperebutkan beberapa negara; China, Taiwan, dan empat negara ASEAN, yaitu Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brinei Darussalam.

Keempat negara ASEAN cenderung memusuhi China. Insiden laut sering kali terjadi. Hal itu menunjukkan persaingan dan perebutan wilayah antar negara-negara itu.

Melihat Laut China Selatan makin kisruh, Amerika Serikat datang melihat. Negara Adidaya ini merasa berkepentingan dengan stabilitas di kawasan demi menjamin keamanan pelayaran dan aktivitas penerbangan.

Bahkan di Vietnam pada Juli 2010, Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton mengatakan negaranya memiliki kepentingan vital dalam menjamin kebebasan navigasi di Laut China Selatan.

Dilihat dari kecenderungan politik, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Filipina jelas-jelas lebih memilih berkawan dengan Amerika Serikat. Vietnam bisa saja merapat ke Amerika mengingat negeri itu seringkali terlibat insiden fisik dengan China di Laut China Selatan.

Keputusan Amerika Serikat untuk menempatkan pasukan di Darwin semakin memperjelas peta ketegangan di kawasan. Beberapa kalangan memperkirakan, pengerahan pasukan di sisi selatan itu untuk mengimbangi China di bagian utara yang semakin kuat, baik dari segi kemiliteran dan ekonomi.

Pemilihan marinir untuk bersiaga di Australia juga mengisyaratkan bahwa Obama benar-benar sadar bahwa gesekan di kawasan itu terjadi di laut.

"Kawasan ini memiliki beberapa jalur laut yang tersibuk di dunia," kata Obama di hadapan sejumlah tentara Australia.

Pergerakan di selatan Indonesia itu juga semakin mempertegas perbedaan pendapat di bagian utara. Jepang--salah satu kekuatan besar di Asia--jelas mendukung penempatan pasukan Paman Sam itu.

Deputi Sekretaris Kabinet Kantor Perdana Menteri Jepang Noriyuki Shikata di sela-sela KTT ke-19 ASEAN mengatakan, penempatan pasukan di Australia itu adalah bentuk komitmen Amerika Serikat di kawasan.

"Kami tahu ada kerja sama antara Amerika dan Australia dalam konteks mengirimkan pasukan Angkatan Laut sebagai bentuk komitmen Amerika di Asia Pasifik," katanya.

Semua negara yang bersitegang itu bertemu di Bali dalam KTT ke-6 Asia Timur. Pertemuan itu memang dikemas dalam suasana bersahabat.

Namun tak seorang pun bisa menebak isi hati para pemimpin, termasuk hati Obama dan Wen Jiabao yang malam itu bersebelahan dan saling berbisik.(*)
F008/Z002

Oleh F.X. Lilik Dwi Mardjianto
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011