Sleman (ANTARA News) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah Yogyakarta terus menggelar soosialisasi dan simulasi penanggulangan bencana banjir lahar dingin melalui sejumlah sungai berhulu Gunung Merapi terutama bagi wilayah yang tidak terbiasa dengan bencana.

"Banyak wilayah yang sebelumnya tidak pernah mengalami ancaman banjir lahar dingin, namun pascaerupsi 2010 ini termasuk daerah yang rawan terjangan banjir lahar dingin seperti di wilayah Desa Tamanmartani, Kecamatan Kalasan Sleman yang berada di aliran Sungai Opak," kata Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi DIY Hardiyatmoko, usai simulasi di balai Desa Tamanmartani, Sabtu.

Menurut dia, kesiapan warga terhadap bencana juga masih kurang mengingat bantuan komunikasi (bankom) di bantaran Sungai Opak ini masih minim.

"Wilayah potensi luapan banjir lahar di Tamanmartani tidak jauh berbeda dengan wilayah Cangkringan. Bahkan ancamannya semakin besar karena dilalui Sungai Opak yang merupakan gabungan Sungai Gendol dan Opak," katanya.

Simulasi yang digelar di Tamanmartani, Kalasan ini melibatkan dua warga padukuhan Kenaji dan Sepet Madu yang rawan luapan lahar Merapi dari Sungai Opak.

"Dua dusun tersebut hanya berjarak sekitar 50 meter dari Sungai Opak, masing-masing dusun hanya ada dua `handy talky` (HT) sebagai alat pemantau aliran lahar," katanya.

Ia mengatakan, di wilayah tersebut juga tidak ada "Early Warning System" (EWS) atau sistem peringatan dini di daerah tersebut.

"Sewaktu-waktu terjadi banjir lahar dingin maka hanya informasi dari mulut ke mulut saja yang diterima," katanya.

Hardiyatmoko mengakui bahwa wilayah Kalasan belum pernah ada simulasi penanggulangan bencana, sehingga pihaknya bekerjasama dengan Muspika Kalasan dan desa sekaligus membentuk relawan mandiri di setiap padukuhan tersebut.

"Dari simulasi ini unsur yang ada baik warga, perangkat desa, polisi, TNI dan kecamatan bisa memahami prosedur tetap penanggulangan bencana di daerah tersebut," katanya.

Ia mengatakan, belum adanya EWS di daerah tersebut pihaknya akan mencarikan solusi kerja sama tokoh masyarakat seperti dukuh untuk terlibat.

"Jika ada banjir lahar dingin diharapkan dukuh terlebih dahulu dapat informasi kemudian diumumkan kepada warga untuk mengungsi," katanya.

Pengungsian yang digunakan warga Tamanmartani berada di wilayah Prambanan, Kabupaten Klaten yakni di Balai Desa Taskombang dan Kokosan.

"Barak pengungsian terpaksa harus dilakukan di wilayah Klaten mengingat Balai Desa Tamanmartani sendiri berjarak kurang dari 300 meter. Sehingga pengungsian harus di Klaten agar lebih aman," katanya.

Dengan kerja sama antara Kalasan dan Klaten harus ada nota kesepahaman penggunaan barak pengungsian.

"Hal ini dilakukan agar kekacauan ketika terjadi erupsi Merapi 2010 lalu tidak terulang lagi. Sesuai prosedur sudah ditetapkan barak pengungsian yang akan ditempati warga," katanya.  (V001/R010)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011