Jakarta (ANTARA News) - Ketua Pansus Otonomi Khusus Papua DPD RI, Paulus Sumino, menyambut baik keputusan pemerintah pusat membentuk Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) yang diketuai Bambang Dharmono.

Pembentukan UP4B ini dinilai sebagai sikap presiden yang responsif mendengarkan keluhan masyarakat Papua dan Papua Barat yang selama 10 tahun pelaksanaan otonomi khusus belum mencapai tingkat kesejahteraan yang diharapkan.

"UP4B adalah keinginan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang harus disikapi dengan baik, karena rakyat Papua dan Papua barat menyampaikan kepada pemerintah pusat atau presiden selama otsus belum tercapai kesejahteraan. Jadi pembentukan ini bertujuan mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua dan Papua Barat. Masyarakat Papua dan Papua Barat pun menyambut baik hal ini," kata Paulus.

Pembentukan UP4B ini, menurut dia, jangan diartikan sebagai bentuk kegagalan otonomi khusus. Kesejahteraan masyarakat Papua belum dapat dicapai sebagaimana harapan masyarakat Papua setelah 10 tahun Otonomi Khusus, tidak bisa dijadikan referensi kegagalan otsus.

Studi referensi dari negara-negara lain membuktikan bahwa proses tercapainya kesejahteraan rakyat lokal di daerah otonomi khusus memang membutuhkan waktu yang panjang.

"Pelaksanaan otonomi khusus di Papua yang baru berjalan 10 tahun belum dapat dikatakan gagal. Diperlukan adanya perbaikan-perbaikan agar lebih cepat masyarakat Papua dapat mencapai kesejahteraan. Otsus harus diperbaiki kesalahan pemerintah pusat, gubernur maupun DPRD,MRP yang belum melaksanakan amanat dalam UU itu.

Selama ini, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah baik tingkat I dan II dan juga unsur-unsur masyarakat telah dilibatkan. Namun memang harus diakui semua itu masih proses. Dengan pembentukan UP4B ini tentunya diharapkan proses tersebut dapat dipercepat," tegasnya.

Dirinya menyarankan agar dalam melakukan tugasnya, UP4B berorientasi pada peningkatan pendapatan rakyat. Untuk itu, pemerintah melalui UP4B harus mendorong program-program otonomi pengembangan otonomi rakyat. Pengembangan otonomi kerakyatan, menurutnya, bisa disesuaikan dengan potensi daerah masing-masing.

"Rakyat yang berpotensi dikembangkan sesuai dengan potensi yang ada. Misalnya, wilayah yang berpotensi untuk pengembangan perkebunan kopi, coklat, rakyatnya dibantu agar bisa memiliki kebun. Untuk wilayah perairan misalnya dipinggiran laut atau danau, maka mereka dibantu untuk memiliki kapal penangkap ikan ataupun keramba. Sementara di wilayah yang ramai perdagangan, masyarakatnya dibantu agar bisa memiliki usaha perdagangan,� ujar Paulus lagi.

Pengembangan ekonomi ini harus dikembangkan secara terus menerus, sampai tiap-tiap keluarga Papua memiliki satuan kegiatan ekonomi yang skalanya ekonomis dan dapat menghasilkan pendapatan yang mencukupi atau sekitar Rp5 juta perbulan. Pemerintah tidak bisa hanya menginginkan masyarakat mendapatkan pendapatan upat minimum regional, jika ingin ada kesejahtearan di Papua.

"Pendapatan Rp5 juta perbulan misalnya bisa diberikan bukan dengan bantuan uang tapi program. Keluarga Papua, misalnya, diberikan kebun. Untuk coklat misalnya 5 hektar bagi satu keluarga, untuk kopi 3 hektar dan untuk masyarakat yang di sekitar danau itu diberikan 50 keramba ikan. Untuk daerah wisata dan perdagangan dibantu diberikan warung makan atau toko," tegasnya.

Dirinya pun menceritakan bahwa Pansus telah menyelesaikan laporan kerjanya untuk ditindalkanjuti oleh Komite I DPD RI yang kemudian juga telah menyusun Tim Kerja Otonomi Khusus Papua dan telah berhasil merumuskan kesimpulan dan rekomendasi sebagai kelanjutan dari Pansus Otsus Papua.

Komite I DPD RI, tambahnya, juga telah melaporkan kesimpulan dan rekomendasi yang telah disahkan pada Sidang Paripurna lalu yang nantinya kesimpulan dan rekomendasi tersebut akan menjadi kesimpulan dan rekomendasi DPD RI dalam rangka pengawasan dan evaluasi undang-undang otonomi khusus Papua.

"Kesimpulan dan rekomendasi Tim kerja Otsus Papua Komite I DPD RI adalah sebagai berikut. Berdasarkan kajian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pemberian status otonomi khusus bagi Papua oleh Pemerintah Pusat merupakan tindakan politik yang sudah tepat sebagai solusi damai untuk menyelesaikan masalah politik Papua seperti halnya Aceh," jelasnya.

Perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan adalah seperti perbaikan terhadap pasal-pasal dalam rangka revisi Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Tim Kerja Otsus Papua telah merumuskan dan mempelajari pasal-pasal yang bermasalah dan memberikan rekomendasi berupa solusi, rumusan-rumusan sebagai draft dalam revisi pasal-pasal yang bersangkutan, yang dihimpun dalam dokumen Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dan rekomendasinya.

"Perbaikan Pelaksanaan Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Tim Kerja Otsus Papua juga telah mempelajari secara seksama dan merumuskan secara rinci cluster masalah pelaksanaan Otsus yang bersumber pada Pemerintah Pusat, Gubernur Papua, Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), Majelis Rakyat Papua (MRP) dan masyarakat Papua sendiri. Pansus Papua telah merumuskan rekomendasi perbaikan-perbaikan bagi pelaksanaan Otsus di Papua untuk masing-masing pelaksana otonomi khusus," tegasnya.

Isu politik di Papua yang terakumulasi masih disuarakannya referendum menurut hasil kerja pansus, jelas Paulus, bersumber pada belum dilaksanakan sepenuhnya amanat Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Maka Pansus Papua merekomendasikan untuk menyelesaikan masalah tersebut di atas perlu dilakukan dialog antara pemerintah dan rakyat Papua dalam bingkai NKRI.

"Dialog harus lama, tidak bisa sebulan ketemu selesai. Fungsi dialog harus mengajak yang tidak puas dengan hasil Pepera, yang selama ini lari ke luar negeri. Dialog juga harus dilakukan dengan masyarakat, pemda, DPRD dan MRP berbicara mengenai membangun Papua dengan baik, arahnya pada kesejahteraan rakyat," tegasnya.

Kebijakan-kebijakan yang dibuat untuk rakyat Papua harus melibatkan peran serta rakyat Papua melalui mekanisme demokrasi yang proporsional dari awal proses perumusan kebijakan sampai dengan pelaksanaannya. "Selama ini rakyat Papua cenderung menolak kebijakan dari pemerintah, meskipun sesungguhnya kebijakan-kebijakan itu baik bagi rakyat Papua," imbuhnya.

"Hasil studi referensi tersebut diatas dapat dijadikan sebagai salah satu referensi / rujukan untuk memperbaiki, merevisi Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Pemerintah pusat memberikan otonomi khusus kepada Wilayah Papua yang diatur dengan satu Undang-Undang Otonomi Khusus yang didalamnya terdapat beberapa Provinsi pemekaran dari Provinsi Papua," imbuhnya.

Sementara itu Wakil Ketua DPR yang juga Ketua Timwas untuk Otsus Papua dan Aceh, Priyo Budi Santoso mengapresiasi ditunjuknya Letjen TNI (purnawirawan) Bambang Dharmono sebagai kepala UP4B, karena BD selama ini dinilai termasuk dedengkot yang kompeten ketika dia ditugaskan di beberapa daerah konflik.

"Catatan, agar hendaknya UP4B yang dibentuk ini tidak hanya menjadi lembaga birokratis baru. Namun kita impikan agar bisa menjadi lembaga yang dapat menjadi jembatan komunikasi antara pihak , termasuk mengharmonikan kembali disharmoni yang terjadi antara pemerintah pusat dengan masyarakat Papua pada umumnya," ujar Priyo.

Dirinya mengharapkan agar UP4B bisa menjadi faktor untuk mempercepat penerapan dan pelaksanaan UU Otsus Papu dan justru jangan mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan substansi inti UU tersebut. "Saya perlu menitipkan ini karena harapan saya UP4B akan jadi jembatan komunikasi dan harmonikan kembali disharmoni yang terjadi. Jangan ragu dan alergi, termasuk kalau harus bicara dengan kelompok radikal yang disebut OPM," imbuhnya.

Pelaksanaan Otsus papua, sekarang masih banyak terkendala banyak hal yang berujung pada alpanya pemerintah pusat maupun daerah. Dari maklumat UU Otsus Papua ini, ada beberapa turunan pasal yang harusnya jadi roh dari semua itu yang belum dilakukan dengan baik.

"Sampai sekarang belum ada 3 PP yang harusnya diseleaikan dalam waktu tertentu sebagaimana termaktub dalam uu otsus. PP yang sudah berhasil adalah yang berkaitan dengan MRP, lambang-lambang daerah, masalah fungsi dan kedudukan gubenur, dan gubernur dan tata krama dan masalah-masalah itu. Tetapi ini belum menjawab dari semua substansi dari semua PP yg harusnya segera dilakukan. Saya minta pada Mendagri dan Menkopolkam untuk langsung turun tangan percepat itu semua. Kan ada masalah tanah, ulayat dan sebagainya," tegasnya.

(Zul/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011