Samara, Irak (ANTARA News) - Serangan bom hari Rabu (22/2) menghancurkan kubah salah satu dari masjid tersuci Syiah di dunia, sehingga memicu balasan atas 27 mesjid Suni di Bagdad dan menewaskan enam orang. Ledakan kuat itu menghancurkan kubah sepuhan musoleum Imam Ali al-Hadi, yang berusia 1.000 tahun, di kota Samara, Irak utara, mengakibatkan ketakutan akan perang saudara antara mayoritas berkuasa Syiah dan elite terguling Suni. Serangan terhadap masjid itu, yang disebut Syiah Imam ke-12, sosok suci dan gaib, hilang pada abad kesembilan, memicu kekerasan balasan di seluruh Irak. Di Bagdad, kerumunan orang membunuh tiga ulama dan tiga anggota jemaah dalam serangannya atas 27 mesjid Suni, kata petugas keamanan kepada AFP. Kumpulan orang menembak dengan senapan mesin dan membakar beberapa bangunan keagamaan, tambahnya. Di Syiah selatan, kerumunan orang menyerbu kantor partai politik Suni di Basra, menewaskan satu orang dan mencederai beberapa orang lain, kata polisi tanpa merinci. Kumpulan itu mengabaikan imbauan petinggi agama Syiah, Ayatollah Agung Ali al-Sistani, yang menyeru masyarakatnya tetap tenang dan menahan diri tidak membalas. "Ayatullah Sistani menyeru ketenangan dan menentang serangan atas mesjid dan tempat beribadah lain Suni," kata satu pembantunya kepada AFP. Kantor Perdana Menteri (PM) Ibrahim Jaafari mengumumkan bahwa tiga tersangka ditangkap terkait dengan pemboman fajar di Samara, kata berita singkat siaran televisi setempat, yang agaknya bertujuan meredakan ketegangan itu. Dengan melambaikan bendera hijau Islam dan bewarna bangsa Irak, ribuan warga Syiah sebelumnya turun ke jalan Samara, 125 kilometer utara Bagdad, serta bersumpah menghukum penanggungjawab serangan itu. Toko tutup dan pelantun azan mengundang salat dari pengeras suara mesjid terdekat dan menuding Amerika Serikat bertnggungjawab atas kekacauan itu, dengan mengatakan, "Tuhan Maha Besar, mampuslah Amerika, yang membawa terorisme pada kita." Pengunjukrasa membawa surban, pedang dan perisai menyatakan pengikut Ali al-Hadi, imam ke-10 Syiah, berteriak, "Imam, kami tentaramu." Beberapa jam kemudian, puluh-ribuan orang lagi berunjukrasa di distrik Syiah di Bagdad dan kota suci Syiah Karbala dan Najaf di Irak selatan. Jaafari menyatakan tiga hari berkabung nasional dan menyeru rakyat Irak mengecam serangan semacam itu, serta menutup jalan bagi yang merusak kesatuan bangsa. Pertumpahan darah terahir terjadi saat unsur politik Syiah dan Suni, yang bertengkar atas pembentukan pemerintah kesatuan bangsa, di tengah ketakutan bahwa jalan buntu dua bulan terahir sesudah pemilihan umum mengarahkan negeri itu ke kekacauan. Pemboman Samara memakai tanda kelompok Al Qaeda Irak pimpinan tokoh Suni Abu Musab al-Zarqawi, yang menyatakan perang di negara Syiah itu. Kejadian itu melanjutkan ledakan bom mobil hari Selasa, yang menewaskan 21 orang di pasar Syiah di Bagdad serta kekerasan serupa hari sebelumnya. Pemboman atas mesjid Imam Ali itu, dilakukan beberapa orang mengenakan seragam komando polisi, merupakan pancingan untuk merusak kesatuan rakyat Irak, kata Muwaffaq Rubaie, penasehat keamanan negara Jaafari. Duta Besar Amerika Serikat (AS) di Irak Zalmay Khalilzad, yang awal pekan ini memperingatkan bahwa masalah mendasar di Irak adalah salah satu dari sektarianisme dan sengketa suku, mengecam pemboman di Samara itu sebagai usaha sengaja untuk memicu ketegangan sektarian. Dalam pernyataan bersama dengan komandan pasukan AS, Jenderal George Casey, dutabesar itu juga mendesak "seluruh rakyat Irak bersatu menghadapi teror dan kekerasan". Gedung Putih juga mengecam pemboman itu dan menawarkan bantuan negara adidaya tersebut untuk memburu yang bertanggungjawab. Pemimpin agama Syiah, Ayatullah Agung Bashir al-Najafi, menyatakan serangan itu merupakan "serangan keji di jantung Islam dan Irak serta upaya memicu sektarianisme". Keterangan itu diberikan puteranya, Ali Bashir, kepada AFP. Ketua perhimpunan amal agama Suni, Ahmad Abdel Ghaffur al-Samarrai, segera mengecam serangan itu dan menyebutnya kejahatan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006