Jakarta (ANTARA News) - Sidang putusan perkara dugaan korupsi PT Cipta Graha Nusantara (CGN) dalam penerimaan kredit Rp160 miliar dari Bank Mandiri, digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, hari ini. Pada sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum menuntut Majelis Hakim menyatakan para terdakwa bersalah dan menjatuhkan pidana terhadap tiga direksi CGN yaitu Eddyson, Saipul Anwar dan Diman Ponijan masing-masing pidana 17 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan. Edyson selaku Direktur Utama, Diman Ponijan selaku Direktur dan Saipul Anwar selaku Komisaris Utama menjadi pesakitan perkara tindak pidana korupsi sebagaimana pasal dakwaan yaitu pasal 2 (1) jo pasal 18 UU 31 /1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 (1) ke-1 jo pasal 64 KUHPidana. Dalam pemeriksaan perkara korupsi itu, jaksa mengemukakan bahwa pengucuran kredit dari Bank Mandiri ke CGN yang membeli hak tagih PT Tahta Medan itu dilakukan tidak sesuai KPBM (Kebijakan Perkreditan Bank Mandiri) dan UU Perbankan, karena permohonan disetujui dalam waktu relatif cepat (satu hari) dan tidak memenuhi prinsip kehati-hatian karena tidak menganalisa capital atau modal CGN yang tercatat Rp600 juta. Dalam dakwaan jaksa disebutkan kerugian negara akibat PT CGN tidak memenuhi kewajiban dan meminta adanya reschedulling atau penjadwalan kembali jatuh tempo pada September 2007. Dalam pledoi atau nota pembelaan yang disampaikan Selasa (21/2), para terdakwa membantah tuduhan korupsi dan menegaskan perusahaan itu tetap membayar angsuran, pokok dan bunga kredit tersebut. Para terdakwa juga menegaskan pengajuan permohonan kredit investasi itu dilakukan sesuai prosedur yang ditetapkan baik oleh Bank Mandiri maupun Bank Indonesia. Sementara dari kuasa hukum terdakwa yaitu Deny Kailimang dan John Waliry dalam pembelaan yuridisnya mengupas pertentangan pemenuhan unsur-unsur dakwaan sebagaimana dipaparkan JPU. Hal-hal yang dibahasnya antara lain unsur kerugian negara, yang dinilai tidak ada karena belum tibanya jatuh tempo yang dijadwalkan September 2007. Reschedulling atau penjadwalan ulang, menurut Deny, bukan perbuatan melawan hukum dan lazim dilakukan dalam dunia usaha atau perbankan. Dalam kesimpulannya, penasehat hukum meminta Majelis Hakim menyatakan terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan pada kliennya itu, mulai dari dakwaan primer, subsider, lebih subsider hingga lebih subsider lagi. Selain menuntut dibebaskannya para terdakwa dari penahanan di Rutan Kejaksaan Agung, penasehat hukum juga meminta dikembalikannya hak dan martabat para terdakwa, dan permintaan maaf dari JPU kepada terdakwa di media cetak nasional. Sidang dimulai tepat pukul 10.00 WIB dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Sri Mulyani. Sidang ini merupakan sidang lanjutan Selasa (21/2) dengan agenda pembacaan putusan perkara. Penahanan para terdakwa di Rutan Kejagung berakhir Minggu, 26 Februari mendatang.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006