Ini jelas-jelas melanggar aturan perundangan
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi IV DPR RI Muhammad Romahurmuziy menegaskan bahwa praktik pembunuhan terhadap orangutan yang merupakan satwa dilindungi di lokasi pembukaan perkebunan kelapa sawit merupakan tindakan merusak ekosistem dan melanggar aturan perundangan.

"Pembangunan ekonomi harus sejalan dengan konservasi sumberdaya alam dan ekosistemnya jangan sampai merusak ekosistem, apalagi satwa yang dilindungi. Semua pihak harus mematuhi UU No 5 tahun 1999 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem," kata Muhammad Romahurmuziy di Jakarta, Rabu.

Romy, panggilan Muhammad Romahurmuziy menjelaskan, pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta, tidak boleh merusak ekologi dan keseimbangan alam.

Ia mencontohkan, pembukaan lahan menjadi perkebunan kepala sawit tidak boleh merusak fauna yang telah menjadi habitat di lahan tersebut, Apalagi, fauna tersebut merupakan satwa dilindungi, seperti orangutan.

"Ini jelas-jelas melanggar aturan perundangan," katanya.

Romy menyatakan hal itu menanggapi cukup maraknya kasus pembunuhan terhadap orangutan (Pongo pygmaeus mario) di Kalimantan, pada pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit.

Ia menilai, persoalan pembunuhan satwa yang dilindungi ini adalah persoalan hukum sehingga solusinya harus dilakukan proses hukum sesuai dengan fakta-fakta hukum, tidak boleh diplitisasi.

Politisi Partai Pesatuan Pembangunan (PPP) ini menegaskan, agar aparat penegak hukum membuktikan kepada publik melakukan proses hukum berdasarkan fakta-fakta hukum.

Kepolisian, kata dia, harus bisa membuktikan apakah pembunuhan terhadap orangutan di lahan perkebunan kepala sawit, di sebuah perusahaan swasta di Kalimantan Timur, merupakan tindakan institusional korporasi atau memang tindakan personal di lapangan.

Adanya generalisasi atau stigmatisasi buruk terhadap perkebunan kelapa sawit sebagai perusak kelangsungan hayati maupun satwa dilindungi, menurut dia, terlalu berlebihan dengan mengacu pada kasus pembunuhan orangutan di Desa Puan Cepak, Kecamatan Muara Kaman, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

"Hal ini sederhana saja. Karena sudah masuk ranah hukum maka seharusnya diselesaikan secara hukum dan diberikan sanksi tegas, agar bisa menjadi pelajaran sekaligus menimbulkan efek jera," katanya.

Jika tidak ada fakta yang menunjukkan keterlibatan korporasi, menurut Romy, agar penyelidikannya dihentikan.

Kalau memang ada pengakuan dari masyarakat, kata dia, agar dicari saksi-saksi dan fakta hukumnya.

Romy juga menengarai, kencurigaan terhadap pengusaha perkebunan kepala sawit yang dituding melakukan pembunuhan orang utan, sebagai upaya melakukan kampanye hitam.

"Kalau tudingan itu tidak terbukti pengusaha perkebunan kepala sawit tidak perlu khawatir," katanya.

Sebaliknya, kata dia, pengusaha perkebunan kepala sawit juga harus melakukan kampanye positif dengan menunjukkan kepeduliannya kepada lingkungan melalui program "social corporate responsibility" (CSR), misalnya bekerja sama dengan kebun binatang dengan menyumbangkan orangutan.

Sekjen DPP PPP ini mengingatkan, guna meminimalisir dan mencegah terjadinya kasus pembunuhan terhadap orangutan maupun perusakan ekosistem, perlunya pembenahan dan koordinasi dengan lembaga polisi hutan.

Romy menilai, polisi hutan yang jumlahnya masih sangat minim tugas-tugasnya juga sering tidak satu komando secara vertikal dari tingkat kementerian, dinas kehutanan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, hingga di lapangan.

(R024)






Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011