Nairobi (ANTARA News) - Kenya memulihkan hubungan dengan Sudan setelah Khartoum membatalkan keputusannya mengusir duta besar Kenya terkait putusan pengadilan Nairobi yang memerintahkan penangkapan Presiden Sudan Omar al-Bashir, kata Menteri Luar Negeri Kenya Moses Wetangula, Jumat.

Wetangula menyampaikan hal itu kepada wartawan setelah pulang dari pertemuan dengan Bashir untuk meredakan ketegangan karena putusan pengadilan Kenya yang memerintahkan penangkapan presiden Sudan itu atas tuduhan kejahatan perang jika ia berada di Kenya, lapor Reuters.

"Sudan telah menetapkan serangkaian pembalasan terhadap Kenya yang akan memiliki dampak buruk pada negara dan ekonomi kami... kami bisa menghentikan hal ini," kata Wetangula.

Kenya dikecam oleh Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) dan negara-negara lain karena tidak menangkap Bashir, yang diburu ICC atas tuduhan kejahatan perang, ketika ia menghadiri acara peresmian konstitusi baru Kenya pada Agustus tahun lalu.

Sudan mengancam mengusir duta besar Kenya dan menarik utusannya dari Nairobi setelah hakim Kenya meminta pemerintah negara itu menahan Bashir jika ada kesempatan dan menyerahkannya ke pengadilan ICC di Den Haag.

"Duta besar kami seharusnya meninggalkan Khartoum kemarin malam. Kami bisa mencegah hal itu," kata Wetangula, yang bertemu dengan Bashir di Khartoum pada Kamis malam dalam upaya mengatasi ketegangan tersebut.

Uni Afrika meminta negara-negara anggotanya tidak mempedulikan surat perintah penangkapan terhadap Bashir dengan mengatakan, meski mereka tidak membenarkan kebebasan dari hukuman, ICC tampaknya hanya membidik para pemimpin Afrika.

Kendati demikian, sebagai negara anggota ICC, Kenya wajib bekerja sama dengan pengadilan Den Haag itu dan surat-surat perintah penangkapan yang dikeluarkannya.

Pengadilan memerintahkan penangkapan Bashir setelah pejabat Kenya untuk Komisi Pengacara Internasional (ICJ) mengajukan kasus terhadap jaksa agung dan menteri keamanan dalam negeri agar mereka mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Bashir setelah Kenya tidak menahan pemimpin Sudan itu.

"Masalah yang diajukan oleh pemohon dan surat perintah yang diupayakan bisa dibenarkan... Karenanya permohonan itu bisa dipertahankan secara hukum. Saya memberikan surat perintah yang diminta dan memerintahkan menteri keamanan dalam negeri menangkap Presiden Bashir jika ia berada di Kenya pada masa datang," kata Hakim Nicholas Ombija dalam putusannya itu.

Para hakim ICC telah melaporkan Kenya ke Dewan Keamanan PBB karena tidak menangkap Bashir.

Bashir membantah tuduhan-tuduhan pengadilan Den Haag dan menyebutnya sebagai bagian dari konspirasi Barat untuk menjatuhkannya. Surat perintah penangkapan itu merupakan yang pertama dikeluarkan pengadilan internasional tersebut terhadap seorang kepala negara yang aktif.

PBB mengatakan, lebih dari 300.000 orang tewas sejak konflik meletus di wilayah Darfur, Sudan barat, pada 2003, ketika pemberontak etnik minoritas mengangkat senjata melawan pemerintah yang didominasi orang Arab untuk menuntut pembagian lebih besar atas sumber-sumber daya dan kekuasaan.

Ketegangan meningkat di Sudan setelah Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) pada 4 Maret 2009 memerintahkan penangkapan terhadap Bashir.

Jurubicara ICC Laurence Blairon mengatakan kepada wartawan di pengadilan yang berlokasi di Den Haag, surat perintah penangkapan terhadap Bashir itu berisikan tujuh tuduhan -- lima kejahatan atas kemanusiaan dan dua kejahatan perang. Ia juga didakwa melakukan genosida atau pemusnahan golongan bangsa.

Sudan bereaksi dengan mengusir 13 organisasi bantuan dengan mengatakan, mereka telah membantu pengadilan internasional di Den Haag itu, namun tuduhan tersebut dibantah oleh kelompok-kelompok bantuan itu.

Sejumlah pejabat PBB mengatakan, pengusiran badan-badan bantuan itu akan memiliki dampak yang sangat merugikan bagi rakyat Darfur.

Para ahli internasional mengatakan, pertempuran tujuh tahun di Darfur telah menewaskan 300.000 orang dan lebih dari 2,7 juta orang terusir dari tempat tinggal mereka. Khartoum mengatakan, hanya 10.000 orang tewas. (M014)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011