Teheran (ANTARA News) - Kedutaan Besar Inggris di Teheran, Iran, diserang lemparan bom molotov dan batu pada Minggu, ketika ratusan demonstran Iran memprotes pemboman salah satu tempat suci Syiah di Irak. Sekitar 700 pemrotes, sebagian besar dari sayap mahasiswa milisi resmi Basij, bentrok dengan polisi anti-huru-hara setelah mereka melemparkan bom molotov --terbuat dari botol berisi bensin bersumbu api-- dan batu ke dinding, sert pintu gerbang bangunan Kedubes Inggris di pusat kota yang sudah sering diserang itu. Mereka meneriakkan slogan-slogan yang mencakup "Kematian bagi Inggris", "Tutup sarang mata-mata!", "Usir Duta Besar Inggris" dan "Turunkan bendera". Bendera Inggris dibakar, demikian juga bendera sejumlah negara Eropa. Sekitar 200 polisi dikerahkan untuk mengatasi protes itu dan segera memadamkan api di dinding kedutaan itu sebelum membubarkan demonstrasi tersebut. Kedutaan Besar Inggris merupakan tempat yang seringkali menjadi sasaran protes oleh para pendukung pemerintah Iran. Sebuah protes lain sebelumnya pada Minggu berlangsung dengan damai. Musuh sengit Iran, Amerika Serikat (AS), tidak memiliki kedutaan besar di negeri yang kini dipimpin oleh Presiden Ahmadinejad itu, sehingga perwakilan Inggris menjadi sasaran sentimen anti-Barat. Sejumlah kedutaan besar lain Eropa di Teheran juga diserang dalam beberapa pekan terakhir ini, karena penerbitan kartun-kartun yang menghina Nabi Muhammad SAW di sebuah surat kabar Denmark, yang dikutip kembali oleh sejumlah surat kabar di Eropa maupun AS. Kedutaan Besar Denmark rusak parah akibat protes itu, sehingga para diplomat negara tersebut meninggalkan Republik Islam Iran. Iran yang diperintah orang Syiah mengumumkan masa berkabung tujuh hari setelah serangan bom Rabu pekan lalu terhadap masjid Imam Ali al-Hadi yang telah berumur 1.000 tahun di Samarra, Irak, dan sejumlah pejabat menuding AS bersama Israel sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pemboman itu. Kubah keemasan masjid itu runtuh setelah penyerang yang menyamar sebagai aparat keamanan meledakkan bom dalam sebuah serangan yang menyulut pembunuhan sektarian selama empat hari di Irak. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006