Washington (ANTARA News) - Sebuah penjara AS di Afghanistan yang menampung sekitar 500 tersangka teror ditahan tanpa diadili dan berada dalam kondisi lebih buruk ketimbang kamp Teluk Guantanamo, Kuba, kata suratkabar New York Times, Minggu. Para pejabat Pentagon menyebut bekas toko mesin di Pangkalan Udara Bagram, 65km utara Kabul, sebagai pusat pemeriksaan, kata suratkabar tersebut. "Bagram tidak pernah direncanakan menjadi sebuah fasilitas jangka panjang, tapi kini adalah fasilitas jangka panjang tanpa uang dan sumber," kata seorang pejabat Pentagon yang tidak disebut namanya yang mengetahui tentang fasilitas tersebut dan membandingkannya dengan kamp Guantanamo. "Siapapun yang telah mengunjungi Bagram akan menceritakan kepada anda penjara itu "lebih buruk" ketimbang penjara Guantanamo, kata pejabat itu, seperti dikutip AFP. Penjara Guantanamo mendapat kecaman seluruh dunia menyangkut perlakuan terhadap para tahanan, banyak di antara mereka ditahan selama bertahun-tahun tanpa diadili. Suratkabar itu mengatakan sejumlah tahanan telah ditahan di Bagram selama dua atau tiga tahun dan tanpa ada akses pada pengacara atau untuk mendengar tuduhan-tuduhan terhadap mereka. Para pejabat pemerintah menyamakan penelantaran hukum di Guantanamo dengan Bagram, kata Times dan menambahkan militer tetap merahasiakan Bagram untuk waktu lebih lama, dengan melarang jurufoto dan menolak mengumumkan nama para tahanan. Komite Palang Merah Internasional (ICRC) diizinkan mengunjungi Bagram, kata Times. Para mantan tahanan, para pejabat militer dan tentara menyebut fasilitas-fasilitas itu di mana pria ditahan dalam kurungan kawat berduri, tidur di kesetan busa di lantai dan sampai satu tahun lalu, menggunakan ember sebagai kakus, kata Times. Para pejabat penting Pentagon menolak diwawancarai mengenai pangkalan itu, kata suratkabar tersebut. Seorang jurubicara, James Yonts, mengatakan militer di Afghanistan "berjanji akan memperlakukan para tahanan secara manusiawi dan memberikan kondisi hidup sebaik mungkin dan pemeliharaan kesehatan sesuai dengan prinsip-prinsip Konvensi Jenewa," kata Times. (*)

Copyright © ANTARA 2006