Surabaya (ANTARA News) - Kementerian BUMN melakukan terobosan baru untuk menyehatkan atau membangkitkan kembali sejumlah BUMN strategis dan manufaktur yang selama ini terlihat "mati suri" atau tidak menguntungkan.

Deputi Kementerian BUMN Bidang Industri Strategis dan Manufaktur Irnanda Laksanawan di Surabaya, Kamis (15/12) malam mengatakan, sebagaimana arahan Menteri BUMN Dahlan Iskan, diharapkan semua industri berbasikan energi dan kemampuan engineering.

"Tentunya arahan Pak Dahlan agar bisa menjadi industri terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara," kata Irnanda saat Dialog Khusus tentang Kebangkitan BUMN Industri Strategis dan Manufaktur di studio JTV Surabaya.

Selain Irnanda, hadir juga sebagai narasumber dari tiga direktur utama BUMN strategis, di antaranya Dirut PT Industri Kereta Api (INKA) Roos Diatmoko, Dirut PT Boma Bisma Indra (BBI) Lala Indiono, dan Dirut PT Barata Agus H. Purnomo.

Menurut Irnanda, BUMN strategis yang ada saat ini harus bangkit dengan cara bergabung menjadi kekuatan besar agar bisa bersaing dengan industri dari China dan India.

Untuk itu, lanjut dia, dalam tiga tahun terakhir ini pihaknya telah melakukan revitalisasi terhadap sejumlah BUMN strategis di antaranya PT INKA, PT BBI, dan PT Barata.

Dalam revitalisasi ini, lanjut dia, PT INKA masuk dalam pengembangan industri lokomotif. "Selama ini, lokomotif didesain oleh orang-orang Indonesia sejak republik ini berdiri," ujarnya.

Sedangkan PT BBI membuat alat-alat besar seperti kondensor untuk diekspor ke seluruh negara. Begitu juga halnya dengan PT Barata yang produknya juga disebar ke seluruh negara.

"Sayangnya banyak insinyur yang berprinsip yang penting kerja, tapi tidak mau promosi," ujarnya.

Dirut PT BBI Lala Indiono mengatakan sejak 2000-2008 perusahaannya sempat mengalamai keterpurukan. Namun, kemudian bangkit lagi pada tahun 2009. "Kepercayaan dari pelanggan dan mitra bisnis dari Eropa masih tinggi. Bahkan, mereka sekarang sudah memesan kondensor," katanya.

Hal sama juga sempat dialami PT Barata. Namun, hal itu tidak berlangsung lama karena perusahaan mampu berkompetisi dengan perusahaan lain secara internasional.

"Sempat kami mendapat ancaman dari luar, seperti halnya produk China yang harganya murah. Tapi murah tidak bisa hanya dinilai rupiah saja, harus dinilai dampak dari apa yang dihasilkan," kata Dirut PT Barata Agus H. Purnomo.

Sementara itu, Dirut PT INKA Roos Diatmoko mengatakan saat ini kondisi PT INKA lebih baik jika dibandingkan pada tahun 2005 yang sepi order. Bahkan, pada tahun 2006 diancam likuidasi karena saat itu penjualannya di bawah Rp150 miliar.

"Dan sekarang sudah di atas Rp788 miliar dan tahun depan ditargetkan Rp1 triliun," katanya.

Mendapati itu semua, Irnanda memandang perlu adanya investasi baru mengingat beberapa pertimbangan. Salah satunya, banyak alat-alat industri yang sudah tua. Untuk itu, perlu kiranya pemerintah memberikan bantuan penanaman modal negara (PMN). "Itu akan membantu keputusan investasi," ujarnya.(T.A052/M026)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011