Jakarta (ANTARA News) - Tim Penanggulangan Terorisme (TPT) melalui Pendekatan Agama Islam yang dibentuk Departemen Agama dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak akan menjadi alat kepolisian untuk memojokkan umat Islam yang dianggap radikal. "TPT meski tugasnya menanggulangi terorisme tetapi tak akan memojokkan umat Islam. Justru tim kami menjadi semacam bemper, kepolisian tidak berhak mencampuri atau mengobok-obok mesjid atau pesantren, karena itu merupakan wilayah kami," kata Ketua MUI Amidhan di Jakarta, Selasa. Pihaknya menolak dan akan menghalangi penangkapan terhadap imam-imam masjid atau memeriksa pesantren seperti yang pernah terjadi beberapa tahun lalu kecuali mereka benar-benar membawa bukti. Namun demikian, Amidhan mengakui, TPT dibentuk untuk melakukan sosialisasi tentang makna jihad kepada umat Islam Indonesia yang sesuai dengan makna jihad yang terkandung dalam Al-Quran. Kenyataannya, lanjut dia, banyak umat Islam memaknai jihad tidak sesuai dengan konteksnya di dalam Al Quran seperti pemahaman wilayah perang, kepada siapa jihad dilakukan dan bagaimana jihad boleh dilakukan. Ia mencontohkan, Imam Samudra yang memaknai jihad dengan pemahaman yang berbeda yang karenanya perlu diluruskan. "Banyak anak muda tertarik berjihad menurut versinya karena ada janji-janji surga yang ditekankan olehnya," katanya. Amidhan juga menambahkan, sosialisasi pelurusan makna jihad itu bukan hanya ditujukan kepada umat Islam, tetapi juga kepada umat lainnya. "Perlu disosialisasikan juga kepada umat lainnya bahwa jihad itu tak ada kaitannya dengan terorisme," ujarnya. Ia juga mengingatkan, bahwa perilaku terorisme tidak hanya ada dalam Islam, tetapi juga di agama lainnya, seperti kelompok radikal di Irlandia, di Srilanka, di Jepang dan di berbagai tempat lainnya di dunia. Terorisme sendiri, diakuinya, biasanya mempunyai latar belakang di luar agama, seperti ketimpangan, ketidakadilan dan keterpojokan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006