Kenaikan GWM tersebut tidak akan mempengaruhi kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit atau pembiayaan kepada dunia usaha dan partisipasi dalam pembelian SBN (Surat Berharga Negara) untuk pembiayaan APBN
Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) mempercepat normalisasi kebijakan likuiditas melalui kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah secara bertahap mulai 1 Juni 2022.

Dengan demikian kenaikan GWM pada tahun ini tak hanya akan ada pada bulan Juni dan September saja, namun akan terdapat pula kenaikan GWM pada bulan Juli.

"Kenaikan GWM tersebut tidak akan mempengaruhi kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit atau pembiayaan kepada dunia usaha dan partisipasi dalam pembelian SBN (Surat Berharga Negara) untuk pembiayaan APBN," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulan Mei 2022 di Jakarta, Selasa.

Oleh karena itu, ia menyebutkan kewajiban minimum GWM rupiah untuk bank umum konvensional yang pada saat ini sebesar lima persen akan naik menjadi enam persen mulai 1 Juni 2022, 7,5 persen mulai 1 Juli 2022, dan sembilan persen mulai 1 September 2022

Sementara itu, kewajiban minimum GWM rupiah untuk bank umum sSyariah dan unit usaha syariah yang pada saat ini sebesar empat persen akan naik menjadi 4,5 persen mulai 1 Juni 2022, enam persen mulai 1 Juli 2022, dan 7,5 persen mulai 1 September 2022.

Pemberian remunerasi sebesar 1,5 persen terhadap pemenuhan kewajiban GWM setelah memperhitungkan insentif bagi bank-bank dalam penyaluran kredit atau pembiayaan kepada sektor prioritas dan UMKM dan/atau memenuhi target Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM).

Meski kenaikan GWM diakselerasi, Perry menuturkan pihaknya akan meningkatkan insentif bagi perbankan yang menyalurkan kredit atau pembiayaan kepada sektor prioritas dan UMKM dan/atau memenuhi target RPIM mulai berlaku 1 September 2022.

Pelonggaran atas kewajiban pemenuhan GWM rupiah rata-rata menjadi maksimal sebesar dua persen, yaitu melalui insentif atas pemberian kredit atau pembiayaan kepada sektor prioritas paling besar 1,5 persen dari sebelumnya paling besar 0,5 persen, dan insentif pencapaian RPIM tetap paling besar 0,5 persen.

Selain itu, terdapat pula perluasan cakupan subsektor prioritas dari 38 subsektor prioritas menjadi 46 subsektor prioritas yang dibagi dalam tiga kelompok yaitu resillience (kelompok yang berdaya tahan), growth driver (kelompok pendorong pertumbuhan), dan slow starter (kelompok penopang pemulihan).

"Pemberian insentif tersebut ditujukan untuk semakin meningkatkan peran perbankan dalam pembiayaan inklusif dan pemulihan ekonomi nasional," jelasnya.


Baca juga: BI: Normalisasi kebijakan akan dilakukan pada saat yang tepat
Baca juga: Gubernur BI: Penyesuaian GWM rupiah serap likuiditas bank Rp55 triliun
Baca juga: BI: Suku bunga jadi kebijakan terakhir yang diambil dalam normalisasi

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022