Moskow (ANTARA News) - Pemimpin terakhir Soviet Mikhail Gorbachev mengatakan Jumat dia malu terhadap Vladimir Putin dan menganggap karir Dmitry Medvedev selesai dengan penolakannya untuk menemukan kesalahan pada pemungutan suara Rusia yang dinodai kecurangan.

Teguran Gorbachev muncul dalam wawancara dengan surat kabar oposisi Novaya Gazeta -- yang sebagian dia miliki -- pada malam menjelang protes baru terkait pemilu 4 Desember dimana partai yang berkuasa menang tipis meskipun dukungan berkurang, lapor AFP.

"Ini memalukan. Dan memalukan. Saya, misalnya, malu," kata Gorbachev menunjuk pada penampilan televisi minggu lalu dimana Putin membandingkan pita putih yang dikenakan para pemrotes dengan kondom.

"Saya merasa terikat dengan Putin dalam artian bahwa pada awalnya, ketika dia naik ke tampuk kekuasaan, saya dengan aktif mendukungnya dimana-mana -- baik di sini maupun di luar negeri. Dan kini lihat."

Mantan agen KGB Putin dan Medvedev -- diduga berkecenderungan lebih liberal ketika dia menggantikan mentornya sebagai presiden pada 2008 -- keduanya telah menolak dugaan kecurangan dan menghubungkan protes-protes itu dengan dana gelap dari Barat.

Pemungutan suara tersebut memperlihatkan partai berkuasa United Russia secara tipis mempertahankan mayoritasnya meskipun dugaan kecurangan pemungutan suara yang meluas di Moskow dan isian pemberian suara di seluruh wilayah Rusia.

Apa yang disebut "penguasa tandem" itu bermaksud hendak menukar tugas sesudah pemilu presiden Maret dengan pengaturan dimana Medvedev akan menjadi perdana menteri Putin.

Namun Gorbachev mengatakan Medvedev telah kehilangan kredibilitasnya sebagai seorang politisi dengan menolak mempertanyakan hasil pemilu tersebut.

"Dia mengatakan bahwa dia tidak punya keluhan atau keraguan terhadap pemilu tersebut. Dan dengan itu, Dmitry Anatolyevich saya rasa menarik tirai pada karirnya," kata pemenang Hadiah Nobel Perdamaian 1990 itu.

Protes Sabtu di Moskow diperkirakan akan menarik puluhan ribu orang di bawah seruan luas untuk pemilu parlementer baru dan diakhirinya kecurangan pemilu.

Para pihak berwenang pemilu sudah menolak mayoritas luas keluhan pemungutan suara dan pada satu kesempatan menuduh orang Rusia yang memposting tayangan yang nampaknya pelanggaran kotak suara di Internet mendoktori tayangan tersebut.

Medvedev melakukan sidang pertama parlemen minggu ini dan pada Kamis mengumumkan rencana reformasi politik tentatif yang nampaknya dirancang untuk meredakan kaum oposisi.

Satu dari para penasehat politik utamanya mengambil hati inisiatif ini Jumat sebagai pertanda bahwa para penguasa mendengarkan seruan untuk perubahan.

"Rakyat sedang mengatakan bahwa mereka peduli, bahwa mereka eksis," kata ideolog utama Kremlin Vladimir Surkov kepada harian Izvestia.

"Kami tidak dapat secara arogan menolak pandangan-pandangan mereka."

Salah satu dari inisiatif Medvedev bermaksud mengembalikan Rusia ke pemilu regional langsung untuk pertama kalinya sejak Putin menghapusnya ketika menjadi presiden pada 2004.

Kremlin belum menguraikan bagaimana proses tersebut bekerja setelah Putin mengatakan bahwa semua calon regional masih harus disahkan oleh Kremlin sebelum mereka dipasang untuk dipilih.

"Kami masih melakukan konsultasi dengan United Russia dan faksi-faksi lain mengenai hal ini," kata penasehat presiden Arkady Dvorkovich seperti dikutip oleh kantor-kantor berita. "Masih prematur untuk membicarakan detailnya."

Putin sendiri mengatakan minggu lalu bahwa membebaskan sama sekali pemilu lokal tanpa campur tangan Kremlin "bukan prioritas" dari kemungkinan kepresidenannya.

Sebuah usulan kedua diserahkan oleh Medvedev untuk persetujuan parlemen Jumat bermaksud untuk mempermudah pendaftaran pemilu bagi partai-partai politik.

Draf tersebut mengatakan partai-partai dapat secara legal eksis dengan anggota paling sedikit 500 orang -- dibanding dengan minimum sekarang 45.000 orang -- dan tidak butuh lagi mengumpulkan jumlah tertentu tanda tangan pemilih terdaftar untuk memenuhi syarat ikut pemilu. (K004)

Penerjemah: Kunto Wibisono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011