Dari segi usia saya yang paling tua, tetapi belum juga mendapat bantuan pembelian rumah,"
Pontianak (ANTARA News) - Kehidupan pada usia senja mantan pembalap sepeda Provinsi Kalimantan Barat, Johnny Van Aert (56) tidak indah, karena hingga kini masih tinggal di rumah peninggalan orang tuanya Antonius Lenardus Van Aert.

Johnny Van Aert peraih medali emas perorangan "Road race" 180 kilometer pada SEA Games X tahun 1979 di Jakarta, menempati rumah orang tuanya yang berdarah Belanda namun menikah dengan wanita etnis Tionghoa warga Kalbar.

Rumah yang ia tempati bersama istri dan anaknya itu berada di Jalan Purnama, Gang Purnama VIII No. 1A, dengan kondisi semi permanen berukuran sekitar delapan meter panjang 10 meter.

"Untuk membeli rumah saya tidak punya uang karena penghasilan saya satu bulan pas-pasan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang serba mahal," kata Johnny.

Kini di usia senja, Johnny hanya bekerja sebagai dosen luar biasa pada sebuah perguruan swasta di Kota Pontianak dengan honor per bulan sebesar Rp1 juta. "Nasib saya tidak sebaik teman-teman mantan pembalap lainnya seperti Kalimanto yang diangkat menjadi pegawai negeri sipil," ujarnya.

Selain itu, dalam tiga bulan terakhir dia menjadi pelatih balap sepeda putri Kalbar untuk usia dini (14-15 tahun) atau pembinaan jangka panjang oleh Dinas Pemuda dan Olah Raga Kalbar dan Ikatan Sport Sepeda Indonesia (ISSI) Kalbar dengan honor Rp2 juta per bulan hingga para calon atlet balap sepeda itu selesai menempuh pendidikan di tingkat SMA.

Ia berharap, pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olah Raga memperhatikan kesejahteraan para mantan atlet yang pernah mengharumkan Indonesia. "Minimal diberikan bantuan untuk pembelian rumah, karena masih banyak mantan atlet nasional seperti saya yang belum punya rumah pribadi dan malah mengontrak sana-sini," ungkapnya.

Johnny Van Aert, sudah dua kali mengajukan bantuan pembelian rumah ke Kementerian Pemuda dan Olah Raga. "Pertama saya mengajukan bantuan pembelian rumah itu enam tahun lalu, kemudian Maret 2011 yang hingga kini belum juga diberikan," katanya.

Padahal menurut dia, dari lima mantan atlet yang punya prestasi di Kalbar era 70-an hingga 80-an tinggal dia yang belum mendapat. "Dari segi usia saya yang paling tua, tetapi belum juga mendapat bantuan pembelian rumah," ujar Johnny pasrah.

Kelima pembalap sepeda pada masa itu sangat dikenal di tingkat Asia. Keempat atlet sepeda tersebut yaitu Maruki Matsum, Johny Van Aert, Beny Van Aert, Kalimanto Tulus Widodo dan Suwandra.

Prestasi emas
Johnny Van Aert meraih medali emas perorangan "Road race" 180 kilometer pada SEA Games X tahun 1979 di Jakarta saat usianya 23 tahun. Saat itu dia baru tiga tahun terjun dalam olahraga balap sepeda. Sebelumnya ia suka berbagai cabang olahraga seperti sepak bola dan atletik.

"Karena olahraga sepeda lebih mengandalkan kemampuan individual sehingga saya lebih memilih cabang olahraga tersebut dan terbukti saya cukup berprestasi," katanya.

Pertama kali meminati sepeda justru dia tidak punya sepeda, lalu ayahnya memberi uang Rp5.000, kemudian uang itu dibelikan sepeda perempuan merek Hercules. Setang sepeda itu dibalikkan sehingga mirip sepeda balap.

Kemudian setelah punya uang Rp4.000, dia lalu membeli batang sepeda balap merek Fuyi. Setang diberi secara gratis oleh Saiful pembalap sepeda di Pontianak.

Guna mendukung aktivitasnya sebagai pembalap sepeda, tiap hari Johnny melakukan olahraga lari minimal satu setengah jam, baru kemudian memacu sepedanya sejauh 120 kilometer.

"Waktu itu sepeda bagaikan pacar saya sehingga ke mana-mana pasti menggunakan sepeda," katanya.

Pada PON IX tahun 1977 untuk pertama kalinya ia ikut bertanding dan mendapat medali perunggu, meskipun sebelumnya juga sering ikut berbagai pertandingan sepeda lokal.

Sebelum maju ke PON IX, ia lulus seleksi Pra PON di Ujung Pandang, kemudian terpilih mengikuti SEA Games IX d Kuala Lumpur dan mendapat medali perunggu. Kemudian Asian Games di Bangkok tahun 1978 juara empat atau tidak dapat menyumbang medali.

Adapun beberapa prestasi yang sempat disumbangkan Johnny Van Aert, di antaranya PON X di Jakarta dapat medali perunggu, SEA Games IX di Malaysia berhasil menyumbangkan Perunggu, Kejuaraan balap sepeda Jakarta Raya Fair tingkat Asia Tenggara menyumbang medali emas, Piala Wali Kota Jakarta Barat medali emas, dan kejuaraan balap sepeda pada PON XI tahun 1985 di Jakarta menyumbang empat medali perak dan dua perunggu.

Kurang perhatian
Menurut Johnny Van Aert, dahulu masa depan atlet tidak menjanjikan sehingga banyak atlet Indonesia yang berprestasi keluar atau lebih memilih bekerja, melanjutkan pendidikan, termasuk dia lebih memilih mengambil beasiswa melanjutkan S1 di Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura Pontianak.

"Pada saat juara satu di SEA Games X tahun 1979 di Jakarta, saya hanya mendapat piagam dan penghargaan dalam bentuk uang tidak ada. Setelah kembali ke Pontianak, saya diberi hadiah satu unit sepeda motor oleh seorang pengusaha dan beasiswa dari gubernur Kalbar waktu itu," ungkapnya.

Sewaktu meraih medali emas di SEA Games Jakarta Johnny hanya diberi uang pemacu semangat sekitar Rp100 ribu semasa itu.

"Uang itu kami gunakan hanya untuk merayakan kemenangan," ujarnya meskipun kini tinggal menjadi kenangan manis diusia senjanya.

Dia tidak kecewa dengan masih kurangnya perhatian pemerintah sewaktu itu, karena masa depan atlet di masa dahulu memang masih tidak menjanjikan sehingga dia lebih memilih melanjutkan kuliahnya ketimbang meneruskan karier sebagai atlet di balap sepeda Indonesia.

"Nama saya dicoret karena dari tiga kali pemanggilan dalam mengikuti kejuaran tingkat nasional dan Asia saya tidak hadir karena sedang mengikuti ujian kuliah, yang diterbitkan di harian Kompas sewaktu itu," ujarnya.

Johnny berharap, pemerintah kini memperhatikan masa depan para atlet berprestasi kalau dunia olahraga di Indonesia mau maju seperti di negara lain.

Johnny Van Aert kini memiliki satu orang putri tunggal, Dova Van Aert (24) yang sedang melanjutkan kuliah di Untan dari perkawinannya dengan Brigita Budiati (50).

Johnny sendiri merupakan putra kedua dari delapan bersaudara. Beny Van Aert yang juga mantan atlet balap sepeda Kalbar adalah adik kandungnya.

Mantan atlet balap sepeda Indonesia di era tahun 90-an asal Provinsi Kalbar, Kalimanto Tulus Widodo (44) mengatakan, sudah selayaknya pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olah Raga memberikan uang bantuan perumahan bagi atlet balap sepeda Kalbar yang berprestasi seperti Johnny Van Aert.

"Kami berharap dengan adanya perhatian itu bisa memacu semangat atlet balap sepeda dan cabang olahraga lainnya untuk berprestasi di tingkat nasional dan dunia," ujarnya.

Kalimanto berharap, adanya perhatian khusus dari Kementerian Pemuda dan Olah Raga bisa membangkitkan kembali gairah atlet balap sepeda provinsi itu yang sudah lama tidak terdengar di kancah nasional maupun Asia.

Kalimanto menambahkan, pada periode tahun 1980 dan 1990-an, Kalbar memiliki pembalap-pembalap sepeda yang luar biasa.

"Kami berempat pada masa itu sangat dikenal di mata Asia. Keempat atlet sepeda tersebut Maruki Matsum, Johny Van Aert, Beny Van Aert dan saya (Kalimanto)," katanya.
(A057)

Pewarta: Andilala
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011