Bengkulu, (ANTARA News) - Kawasan hutan Taman Buru Bukit Kabu yang membentang dari wilayah Kabupaten Bengkulu Utara sampai ke Kabupaten Seluma seluas 9.526 hektare terancam gundul, bahkan diduga kini tersisa sekitar 20 persen akibat perambahan liar dan beroperasinya beberapa perusahaan besar. Kawasan hutan cagar alam itu tidak hanya dirusak oleh masyarakat sebagai peladang berpindah dan menetap, tapi juga oleh beberapa perusahaan besar yang bergerak di sektor pertambangan batubara, misalnya untuk pembuatan jalan, sementara reklamsi bekas tambang tidak pernah dilakukan, kata Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Bengkulu Usuluddin SH, kepada ANTARA di Bengkulu, Kamis (2/3). Menurut dia, hutan Buru Bukit Kabu itu merupakan salah satu kawasan resapan dari beberapa anak sungai antara lain Sungai Rinduhati, di Kecamatan Taba Penanjung dan Sungai Jenggalo di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Seluma serta puluhan anak sungai lainnya. Penggarap yang ada di kawasan itu saat ini sekitar 2.000 Kepala Keluarga (KK) dengan kegiatan membuka kebun kopi, lada dan bahkan ada yang menanam kelapa sawit serta membuka ladang berpindah, sehingga membuat hutan konservasi itu babak belur. Baru-baru ini, pihaknya juga berhasil mengamankan puluhan meter kubik kayu hasil pembalakan liar di kawasan itu, sedangkan pelakunya sudah lari saat petugas menuju ke lokasi. Untuk memulihkan kelestarian kawasan itu diperlukan keseriusan semua pihak dan didukung oleh dana atau secara bertahap memasukan program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) dengan melibatkan masyarakat penggarap. Pembukaan di kawasan itu bukan lagi membabat lahan yang datar, tapi lahan yang berkemiringan 60 derajat pun dijadikan ladang, sedangkan bekas garapan sebelumnya sebagian besar sudah menjadi semak belukar dan hutan alang-alang. Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan Bengkulu Utara Ir Taslim Munir, secara terpisah mengatakan, kawasan hutan wisata Buru Bukit Kabu itu setiap tahun terus berkurang akibat perambahan liar, dan untuk pencegahannya memerlukan waktu, karena lokasinya sangat sulit dijangkau.(*)

Copyright © ANTARA 2006