"Tidak mudah terbawa arus narasi publik, terutama jika kredibilitas informasi yang beredar tidak bisa diverifikasi," kata Fathul Wahid dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Sistem Informasi di Kampus UII Yogyakarta, Senin.
Hanya dengan kesadaran itu, menurut Fathul, Bangsa Indonesia dapat memanen manfaat media sosial sebagai penyubur demokrasi.
Baca juga: Pakar: Pengguna medsos perlu verifikasi dua langkah cegah peretasan
Dengan menjadi pemikir mandiri, kata dia, informasi yang menyebar melalui media sosial diharapkan sudah tersaring.
"Sudah tersaring meski tidak sempurna sehingga dapat diharapkan untuk menghadirkan pencerahan dan kesadaran baru," kata dia.
Di era demokrasi, menurut Fathul, media sosial memberikan harapan untuk membebaskan warga negara dari rezim yang otoriter.
Tetapi di sisi lain, lanjut dia, media sosial dapat digunakan untuk melakukan represi atau memanipulasi opini publik, bahkan membangun kediktatoran.
Baca juga: Pakar: Waspadai kebocoran data satu miliar profil pengguna medsos
Fathul mengungkapkan bahwa politisi pengguna medsos bahkan secara manipulatif tidak jarang memainkan perasaan publik untuk mendapatkan atensi dan keterlibatan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan ahli strategi media sosial yang terlibat dalam kampanye calon presiden pada awal 2016, Fathul menuturkan bahwa oknum politisi pengguna medsos ada yang menyewa para pesohor (Influencer) dengan cacah pengikut yang banyak.
"Sebuah cuit sepanjang 140 huruf, misalnya ketika musim pemilihan presiden bahkan bisa berharga Rp100 juta," kata dia.
Dalam konteks perhelatan politik, menurut dia, kebebasan memungkinkan direnggut oleh oknum tertentu dengan manipulasi dan penggiringan opini melalui media sosial sehingga akal sehat menjadi sulit berfungsi.
Baca juga: Jaga reputasi diri, tiga dari 10 pengguna medsos punya akun anonim
Oleh sebab itu, menurut dia, selain mampu menjadi pemikir mandiri, pengguna medsos yang tercerahkan perlu mengkonter dengan narasi tandingan untuk meluruskan.
"Pengguna media sosial yang tercerahkan dan mempunyai kesadaran etis baik akan dampak buruk informasi palsu dapat secara kolektif melakukan," kata dia.
Ia mengatakan media sosial telah menghubungkan miliaran manusia di muka bumi sehingga informasi dapat menyebar dengan kecepatan yang sangat tinggi.
"Ketika yang menyebar adalah informasi menginspirasi, maka semakin banyak orang yang akan teredukasi," kata dia.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022