Jakarta (ANTARA) - Mantan tim seleksi penerimaan mahasiswa di salah satu kampus Ivy League atau unggulan di Amerika Serikat Benjamin Schwartz mengatakan untuk masuk ke kampus unggulan tidak cukup hanya mengandalkan nilai akademis.

“Nilai akademis (SAT, ACT dan transkrip akademis) hanya menentukan 40 persen dari total penilaian dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru, selebihnya, 30 persen penilaian terhadap kegiatan pengayaan akademik dan kepemimpinan dan 30 persen lainnya dari hasil esai dan wawancara dengan kandidat. Jadi, mereka yang hanya mengandalkan nilai akademis selama sekolah, tentu sangat kecil kemungkinannya untuk diterima,” ujar Benjamin dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa.

Jumlah calon mahasiswa yang mendaftar di sejumlah kampus dunia, seperti Universitas Harvard, meningkat hingga 43 persen atau bertambah 17.000 dari tahun sebelumnya.

“Meroketnya jumlah pendaftar sangat mempengaruhi kesempatan calon mahasiswa untuk diterima di universitas-universitas terbaik itu, sehingga persaingan menjadi jauh lebih ketat dan menampilkan profil yang menonjol di formulir pendaftaran menjadi lebih penting dari sebelumnya.” kata Country Manager Crimson Education, Vanya Sunanto.

Transisi dari pandemi menuju endemi, kata dia, ternyata turut mengembalikan agenda pendidikan yang disiapkan orang tua bagi anak-anaknya, termasuk pendidikan tinggi di universitas terbaik di luar negeri.

Bahkan pada mengumumkan angka rata-rata penerimaan mereka pada Ivy Day akhir Maret lalu, delapan universitas Ivy League, yakni Brown, Columbia, Cornell, Dartmouth, Harvard, Princeton, University of Pennsylvania, dan Yale, melaporkan tingkat penerimaan terendah dalam sejarah.

Tidak hanya perguruan tinggi Ivy League yang saat ini menjadi semakin ketat persaingannya. Universitas-universitas top lainnya di AS dan Inggris tahun ini, seperti MIT, Stanford, Oxford, University College of London, UC Berkeley, California Institute of Technology (Cal-Tech) juga melaporkan rekor tingkat penerimaan yang rendah.

Pada tiap universitas umumnya hanya terdapat sekitar 10 persen mahasiswa internasional di sebagian besar universitas top ini. Sehingga, berdasarkan data-data tersebut, dapat disimpulkan bahwa peluang pelajar Asia Tenggara, termasuk Indonesia cukup kecil.

“Untuk mengantisipasi tingginya tekanan dan ketatnya persaingan dalam proses seleksi, calon mahasiswa perlu mempersiapkan diri semaksimal mungkin, jauh sebelum waktu pendaftaran dibuka untuk memanfaatkan peluang yang semakin kecil ini. Crimson Education adalah perusahaan pendukung penerimaan di dunia yang memandu siswa melalui setiap aspek strategi aplikasi AS dan/atau Inggris — termasuk mengidentifikasi universitas yang paling sesuai, dukungan pembuatan esai pribadi yang menarik, bimbingan mengikuti SAT/ACT dan bimbingan tes standar lainnya, bimbingan pemilihan pengayaan akademik yang tepat sehingga profil calon mahasiswa lebih menarik, dan persiapan wawancara,” jelas Vanya.

Dengan arahan yang tepat, maka bukan tidak mungkin siswa Indonesia yang memiliki kompetensi dalam bidang akademis dapat memasuki kampus unggulan dunia tersebut.

Pewarta: Indriani
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022