Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto mengatakan, Polri dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia akan mengklarifikasi mengenai perbedaan data korban tewas akibat bentrokan antara pengunjuk rasa dengan polisi di Pelabuhan Sape, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat.

"Sampai saat ini saya belum bisa mengklarifikasi. Kita lihat hasilnya besok (Jumat) akan ada pertemuan antara Polisi dengan Komnas HAM membahas perbedaan tersebut," jelas Djoko Suyanto kepada wartawan usai menghadiri HUT Bakorkamla ke-5 di Graha Marinir, Jakarta, Kamis.

Djoko menjelaskan, kedua instansi itu sama-sama memiliki data yang riil, dimana keduanya memiliki bukti video rekaman mengenai bentrok di Bima.

"Keduanya memiliki data yang riil seperti video rekaman peristiwa bentrokan di Bima," kata Djoko.

Oleh karena itu, kata dia, sebaiknya menunggu hasil pertemuan Polisi dan Komnhas HAM mengenai data tersebut dan pihaknhya akan mencari solusi yang terbaik.

"Nanti akan dicarikan solusi yang terbaik mengenai penyebabnya, apa dan siapa yang melanggar," ucap Djoko Suyanto.

Sebelumnya, Komnas HAM menyebutkan, tiga orang tewas dan 30 orang mengalami luka tembak akibat bentrokan antara warga dengan kepolisian di Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat pada Sabtu (24/12).

"Dari tiga orang yang tewas dan 30 orang yang luka akibat luka tembak tersebut, 10 orang diantaranya merupakan anak-anak yang berusia 13 hingga 17 tahun," kata Ketua Tim Investigasi Lapangan Kasus Bima, yang juga Komisioner Komnas HAM, Ridha Saleh saat jumpa pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (3/1).

Tiga orang yang tewas tersebut, Syaiful alias Fu (17), Arif Rahman (18) dan Syarifudin (46). Sementara korban luka tembak, antara lain, M Nur (30), Ismail (50), Yaumin (30), Anhal (29), Syahbudin (31), Awaluddin Anas (22), M Saleh (43), Salfina Juliani (15), Fahmi (18), Nurdin (22), Ramlin (24), Ridwansyah (19), M Ali (50) dan lainnya.

Ridha pun menjelaskan dari korban yang meninggal, ada yang meninggal karena melindungi rekannya.

"Temuan kami di lapangan, Arif rahman (18) meninggal di kampung Jala desa Bugis sekitar 700 meter dari pelabuhan. Kemudian rekannya, Syaiful (17), juga tewas di tempat yang sama karena hendak menolong Arif," kata Ridha.

Ridha menambahkan, puluhan korban luka-luka baik itu karena luka tembak maupun luka karena dipukul polisi. "Yang luka di kepala ini, karena dipukul dengan gagang pistol," tandasnya.

Sementara itu, data dari kepolisian menyebutkan korban tewas akibat bentrokan itu sebanyak dua orang, yakni Arief Rachman usia 18 tahun dan Syaiful usia 17 tahun.

Polisi melakukan tindakan pengamanan pada hari Sabtu (24/12) jam 08.00 WITA dilakukan tindakan penegakan hukum terhadap massa yang bertahan di jembatan penyeberangan feri Sape dipimpin Kapolda NTB kemudian dilakukan penangkapan terhadap provokator dan masyarakat yang masih bertahan diangkut keseluruhan ke Polres Bima.

Kegiatan penegakan hukum terhadap massa yang menduduki dan melarang aktivitas di penyeberangan feri Sape. Adanya kegiatan unjuk rasa massa berupa menduduki dan melarang aktivitas di penyeberangan feri Sape sejak tanggal 19 Desember 2011 oleh massa yang menamakan kelompok Front Rakyat Anti-Tambang.

Dalam rangka pelaksanaan Operasi Lilin 2011 dan juga terganggunya aktivitas masyarakat sebagai akibat dari penyeberangan tidak bisa digunakan, sehingga terjadi keresahan masyarakat. Kemudian dilakukan tindakan penegakan hukum untuk pembebasan jembatan penyeberangan feri dari pendudukan massa.

Tuntutan massa agar SK bupati Bima Nomor 188 tahun 2010 yang memberikan izin pertambangan kepada PT Sumber Mineral Nusantara dicabut dan meminta agar tersangka atas nama AS yang sudah diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) supaya dilepaskan.

(S037/E001)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2012