Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengungkapkan daya saing pariwisata Indonesia naik ke peringkat 74 pada 2011 dari sebelumnya ranking 81 pada 2009 dari 139 negara.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Mari Elka Pangestu di Jakarta, Kamis mengatakan, hal itu menjadi indikasi yang baik bagi sektor pariwisata Indonesia untuk berkembang lebih maju.

Meski begitu, pihaknya menyadari peringkat tersebut masih jauh di bawah negara ASEAN lainnya seperti Singapura (peringkat 16), Malaysia (32), dan Thailand (42).

"Jadi masih diperlukan kebijakan-kebijakan yang mendorong percepatan pembangunan kepariwisataan nasional," katanya.

Menurut dia, kurangnya daya saing sumber daya manusia (SDM) pariwisata Indonesia disebabkan antara lain masih terbatasnya jumlah, jenis, dan kualitas sumber daya manusia di bidang pariwisata.

Selain itu, belum optimalnya kapasitas dan kualitas penelitian dan pengembangan di bidang pariwisata.

"Meskipun kepariwisataan nasional telah menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan, namun masih tetap ada beberapa permasalahan yang dihadapi," katanya.

Pihaknya mencatat sejumlah kendala di antaranya destinasi pariwisata yang belum sepenuhnya siap bersaing di pasar global.

Hal itu antara lain karena belum optimalnya pengelolaan destinasi pariwisata yang berbasis pada penilaian destinasi, pemanfaatan basis data, dan berorientasi pada pengembangan pariwisata berkelanjutan.

Di samping itu belum memadainya sarana dan prasarana pendukung pariwisata seperti transportasi darat, laut, dan udara, berikut masih minimnya ketersediaan fasilitas umum.

Pihaknya juga menyadari sampai saat ini kemitraan dan kerja sama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat belum optimal dalam memajukan sektor pariwisata Tanah Air.

Kebijakan pemerintah dalam menciptakan iklim investasi di bidang pariwisata dinilai belum efektif sekaligus belum meratanya pembangunan pariwisata terutama antara kawasan Indonesia Barat dan Indonesia Timur.

Dari sisi promosi dan pemasaran pariwisata juga dinilai belum efektif karena belum memadainya informasi pariwisata di dalam dan di luar negeri, belum optimalnya kemitraan antar-pemangku kepentingan dalam melakukan promosi dan pemasaran, dan belum optimalnya pemanfaatan media massa, elektronik, media cetak serta TIK sebagai sarana promosi.

Mari juga menyadari belum memadainya promosi destinasi pariwisata di dalam dan di luar negeri sekaligus masih terbatasnya dukungan pemerintah daerah dalam mendukung promosi pariwisata daerah.

Ke depan pihaknya berharap sektor pariwisata akan menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar ke kas negara. Pada 2010, pariwisata menyumbangkan 7.603,45 juta dolar AS atau ranking keempat dalam penerimaan devisa negara.
(T.H016/S025)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2012