Pekanbaru (ANTARA News) - Tim otopsi terhadap enam ekor gajah yang mati secara bersamaan di perbatasan Kabupaten Rokan Hulu (Riau) dengan Kab.Tapanulis Selatan (Sumut) memastikan kematian binatang dilindungi ini akibat diracun, namun jenis racun apa yang dipakai para pelakunya masih dalam penelitian. Laporan ANTARA dari lokasi otopsi sekitar 350 km arah barat laut, Kota Pekanbaru, Jumat sore menyebutkan otopsi dari BKSDA Riau, BKSDA Sumut Wilayah II, WWF, Yayasan Gajah Sumatera dan Flora Fauna International (FFI), mengalami kesulitan karena tubuh gajah sudah hancur dan mengeluarkan bau busuk yang sangat menyengat. Karena bangkai gajah ini sudah lebih dari 10 hari sejak ditemukan 22 Pebruari lalu, menyebabkan organ-organ tubuh gajah terutama bagian dalamnya seperti paru-paru, hati, ginjal, lambung dan limpa sudah hancur dan sulit diambil secara utuh. Keenam gajah mati ini terdiri dari tiga ekor betina, dua jantan dan seekor masih anakan. Satu betina diperkirakan induknya dengan usia sekitar 25 tahun, dan empat lainnya usia remaja kurang dari 10 tahun hingga 15 tahun. Dari enam bangkai gajah yang akan diotopsi dokter hewan dari Pusat Pelatihan Gajah Riau, drh Rini Deswita, dan dari Yayasan Gajah Sumatera drh Christoper Stremune DUM dan drh Anhar Lubis ini, hanya dua ekor yang dapat diotopsi yakni satu induk gajah dan seekor jantan remaja. "Dari beberapa organ yang bisa diambil seperti paru, potongan hati dan isi lambung, tim sementara dapat memastikan besar kemungkinan kematiannya akibat diracun, namun racunnya jenis apa masih dalam penelitian," ujar Evi Ratnawati. Menurutnya, kondisi keenam gajah mati yang lokasinya tepatnya berada di Desa Sungai Korang, Kecamatan Hutaraja Tinggi, Tapanuli Selatan dan hanya sekitar 20 meter dari perbatasan hutan lindung Mahato Riau ini, sangat mengenaskan, dikerubuti belatung dan menimbulkan bau busuk hingga radius satu kilometer. Namun demikian, kondisi yang paling parah justru terlihat dari bangkai bayi gajah yang terpisah dari rombongan induknya sekitar 100 meter masuk ke dalam kawasan hutan diduga diseret oleh harimau. Bangkai bayi gajah ini sudah tidak dapat dikenali lagi jenis kelaminnya karena selain tubuhnya tercabik-cabik juga terpotong-potong. "Untuk menentukan jenis kelamin gajah mati ini, tim juga kesulitan, tim hanya dapat mengenalinya dari adanya gading untuk gajah jantan dan caling untuk gajah betina. Kalau melihat langsung dari alat kemaluannya, sudah tidak bisa dikenali lagi karena sudah hancur," ujarnya. Dilaporkan, pada saat malam terjadinya peracunan terhadap gajah ini, masyarakat dari dusun terdekat yakni Dusun Sukadamai, Desa Batangkumu, Kecamatan Tambusai Barat, Kab.Rokan Hulu, mendengar adanya lengkingan keras dari suara gajah secara beramai-ramai. Karena curiga lengkingan itu, keesokannya masyarakat mencoba mencari tahu dan ternyata mereka mendapati enam ekor gajah mati, lima berada di jalan koridor perbatasan perkebunan sawit milik PT Majumas Indah Lestari, sedang seekor lainnya gajah bayi di dalam kawasan hutan register 40. Lokasi gajah mati di dekat hutan lindung Mahato ini terlihat ironis karena hutan lindung Mahato ini sudah bukan merupakan hutan lagi karena sejauh mata memandang yang terlihat di hutan gundul ini hanya semak belukar dan alang-alang serta tidak ada tegakan pohon sama sekali.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006