Mamuju (ANTARA News) - PT Wahana Karya Sejahtera Mandiri (WKSM), dituding menggunakan cara "mafia" yang tidak terpuji untuk memuluskan niatnya membuka areal perkebunan sawit di Desa Bojo, Kecamatan Budong Budong, Kabupaten Mamuju.

"Apa bukan cara mafia namanya, kalau PT WKSM, mencoba membenturkan kelompok masyarakat setempat, untuk memuluskan niatnya membuka areal perkebunan sawit di Desa Bojo," kata Edi Sumarlin salah seorang warga Desa Bojo di Mamuju, Jumat.

Edi yang juga penyuluh pertanian di Mamuju, mengatakan, dalam melaksanakan tekadnya membuka areal perkebunan sawit di Desa Bojo PT WKSM, telah menjinakkan Kepala Desa Bojo agar mau berlawanan dengan keinginan masyarakatnya yang menolak perusahaan perkebunan sawit.

"Kepala Desa Bojo, Jhonatan, telah ditaklukkan PT WKSM, untuk mau tunduk terhadap kepentingan perusahaan sawit itu untuk membuka areal perkebunan sawit, meski harus ditentang dan berlawanan dengan masyarakat yang menolak daerah mereka dijadikan perkebunan sawit," katanya.

Menurut dia, karena bujukan dan rayuan PT WKSM, maka Kepala Desa Bojo mau menyetujui Desa Bojo dijadikan areal perkebunan sawit dan ngotot untuk memberikan legitimasi kepada perusahaan sawit itu untuk segera mulai beroperasi.

"Tentunya kondisi tersebut akan mengundang konflik di kalangan masyarakat karena aparat desa harus berseberangan dengan masyarakat pada tiga dusun di Desa Bojo yang menolak perusahaan sawit, sehingga cara PT WKSM seperti itu kami tuding cara-cara mafia," katanya.

Menurutnya, sebagian besar masyarakat di Desa pada tiga dusunnya diantaranya dusun Benteng Situru, Benteng Sejati dan dusun Buntu Marannu, telah menyatakan telah menolak kehadiran PT WKSM, dan penolakan itu telah disampaikan ratusan masyarakat Bojo ke DPRD Kabupaten Mamuju dengan melakukan unjuk rasa pada tahun lalu, namun sepertinya PT WKSM, tetap ngotot membuka areal perkebunan sawit di Desa Bojo, tanpa memperhatikan aspirasi masyarakat itu. Sehingga ia mengatakan, tindakan PT WKSM yang memaksakan kehendak itu, bisa memicu terjadinya konflik horizontal di masyarakat, karena hanya sebagian masyarakat yang bisa menerima kehadiran perusahaan perkebunan sawit yang asalnya juga tidak diketahui masyarakat.

"Perusahaan sawit itu telah beberapa kali hendak membawa alat beratnya memasuki desa Bojo dengan berbagai alasan diantaranya membangun jalan dan membuka lahan sawit, tetapi selalu dihadang warga sehingga niat perusahaan itu batal," katanya.

Ia mengatakan, tekad perusahaan sawit tersebut harus dihentikan segera agar tidak muncul apa yang dikhawatirkan masyarakat yakni konflik horizontal karena warga juga sudah bertekad tidak akan pernah rela daerahnya dijadikan areal perkebunan sawit.

"Pemerintah jangan membiarkan hal-hal yang tidak diinginkan terjadi seperti yang terjadi di daerah lainnya di Indonesia, masyarakat jadi korban perusahaan sawit, apabila perusahaan tersebut tetap nekad membuka areal perkebunan sawit karena warga juga tidak rela lahannya dijadikan perkebunan sawit," katanya.

Menurut dia, warga Desa Bojo lebih memilih daerahnya dibuka untuk areal pertanian padi daripada sawit karena pemerintah di Kabupaten Mamuju juga berjanji akan membuka lahan pertanian padi di Desa Bojo, karena potensi lahan yang bisa dikembangkan menjadi areal persawahan baru cukup luas mencapai 760 hektare.

"Kami memilih daerah kami dibuka melalui program percetakan sawah untuk membuka areal pertanian padi daripada sawit karena tanaman padi kami anggap lebih menjanjikan kesejahteraan kami dari pada perkebunan sawit," katanya. (MFH)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2012