Jakarta (ANTARA) - Kepala Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada (UGM) Mohammad Pramono Hadi menjelaskan terdapat potensi isu masalah air tawar di Indonesia meski dengan curah hujan tinggi sehingga dibutuhkan upaya memperbanyak tempat penyimpanan untuk memastikan ketersediaannya.

"Kita itu punya masalah air karena fresh water yang ada di bumi ini hanya tiga persen jumlahnya, sedikit sekali. Hampir semuanya air laut," kata dia dalam diskusi Indonesia Climate Change Expo and Forum 2022 diikuti virtual dari Jakarta pada Rabu.

Pakar hidrologi itu mengatakan meski Indonesia memiliki curah hujan yang tinggi akan tetapi faktor negara kepulauan membuat kebanyakan sungai di Indonesia berjarak pendek. Hal itu mengakibatkan ketika hujan turun maka air akan lebih cepat untuk masuk ke laut.

Wilayah kepulauan juga mengakibatkan ketika terjadi kekurangan air di suatu wilayah, daerah dengan surplus air yang berada di pulau lain akan sulit untuk melakukan transfer air ke wilayah tersebut.

Baca juga: Indonesia terus akselerasi peningkatan akses air dan sanitasi

Hal itu berbeda dengan negara yang berada di satu daratan, yang lebih mudah mengalirkan kebutuhan air lewat saluran tertentu.

"Pertanyaan kita adalah apakah dengan kemampuan pulau-pulau yang kecil tadi kita sudah cukup storage (penyimpanan) karena hubungannya nanti kepada produktivitas, pertanian. Kalau storage ada maka keberlanjutan pangan itu akan menjadi sangat luas, ini penting," tuturnya.

Dengan sumber daya terbatas dan risiko lain seperti kenaikan air laut membuat langkah untuk memastikan ketersediaan itu menjadi penting.

Menurut dia, salah satu langkah untuk menangani isu tersebut adalah memperbanyak reservoir baik kecil maupun besar.

"Hujannya besar tapi perlu pengelolaan karena ada maksimum dan minimum. Butuh resapan terutama di daerah hulu supaya di bawahnya tidak banjir," kata Pramono.

Baca juga: Ketua DPR resmikan proyek rumah air bersih-wisata The New Kemukus
Baca juga: BRIN: Toilet pengompos jadi solusi alternatif saat krisis air bersih

Baca juga: Perubahan iklim berpotensi sebabkan kerugian ekonomi akibat krisis air

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2022