Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA), Seto Mulyadi menilai keputusan Sekolah Pelita Harapan, Sentul, mengeluarkan siswanya, Pascal Dimitri (15), akibat melanggar aturan dilarang tidur di dalam kelas. merupakan tindakan keterlaluan "Tidak dibenarkan sekolah tersebut mengeluarkan anak didiknya hanya karena tidur di dalam kelas," katanya kepada ANTARA, di Jakarta, Senin. Menurut dia, sikap pihak sekolah yang mengeluarkan siswanya, Pascal Dimitri, sudah arogan karena akan merupakan preseden buruk terhadap dunia sekolah. Ia mengatakan pemecatan terhadap siswa kelas sembilan itu, sebenarnya tidak perlu terjadi kalau pihak sekolah bersikap bijaksana dan benar-benar memahami dalam mendidik anak. "Kalau anak itu bisa digugah kenapa harus `final` dalam mengambil keputusan mengeluarkan dari sekolah," katanya. Ia mengemukakan tentunya sekolah itu sendiri dalam membuat peraturan harus disesuaikan dengan hak anak untuk belajar agar jangan sampai ketika ada siswa yang dihukum menjadi sakit hari dan dendam. "Justru seharusnya pihak sekolah menjadikan introspeksi dalam menghadapi siswa yang tertidur di dalam kelas itu, apakah akibat pola belajar yang membosankan hingga perlu ada sistem belajar efektif yang menyenangkan," katanya. Dikatakannya seyogianya persoalan Pascal Dimitri itu dapat diselesaikan secara baik-baik, misalnya bermusyawarah antara pihak sekolah atau guru dengan orang tua dan muridnya. "Sebaiknya kasus Pascal Dimitri itu diselesaikan secara kekeluargaan," katanya. Sementara itu, Seto Mulyadi mengakui dirinya sampai sekarang belum menerima adanya laporan kasus itu, dan Komnas PA sendiri siap menjadi penengah antara pihak Sekolah Pelita Harapan dengan orang tua siswa. Sebelumnya dilaporkan siswa kelas 9 Sekolah Pelita Harapan Sentul, Pascal Dimitri (15), dikeluarkan dari sekolah karena dianggap telah melanggar peraturan, antara lain tidur di dalam kelas saat kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung. Orang tua siswa kelas IX Sekolah Pelita Harapan (SPH) Sentul Pascal Dimitri (15), Jeffrey Dompas saat dihubungi ANTARA mengakui anaknya dikeluarkan dari SPH karena dianggap telah melanggar sejumlah peraturan sekolah. "Anak kami dianggap telah melanggar sejumlah peraturan sekolah sehingga secara verbal telah dikeluarkan dari sekolah tersebut," kata Jeffrey di Jakarta, Senin. Menurut dia, Pascal Dimitri dikeluarkan dari sekolah karena telah melakukan lima pelanggaran, yakni sering terlambat masuk ke ruang kelas, suka memprotes guru saat mengajar, suka usil terhadap teman-temannya, nilai pelajaran di bawah standar, dan yang terakhir adalah tidur di dalam kelas saat kegiatan belajar sedang berlangsung. "Pascal tidur dalam kelas saat itu sedang diajar pelajaran agama pada jam terakhir, dan kejadian serupa terjadi pada hari berikutnya, sehingga para guru marah kemudian melapor ke kepala sekolah," ujarnya. (*)

Copyright © ANTARA 2006