Jakarta (ANTARA) - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada awal pekan ini melemah tertekan tingginya data inflasi Amerika Serikat.

Rupiah ditutup melemah 129 poin atau 0,89 persen ke posisi Rp14.682 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.553 per dolar AS.

"Pelaku pasar berspekulasi akan diperlukannya kebijakan moneter yang lebih agresif dari The Fed, dengan pertemuan selanjutnya pada tanggal 16 Juni mendatang, menopang dolar AS menguat,"  kata Tim Riset Monex Investindo Futures dalam kajiannya di Jakarta, Senin.

Data terbaru dari inflasi AS menjadi yang tertinggi selama 41 tahun terakhir yang menunjukkan bank sentral AS bisa menjadi lebih agresif dengan kenaikan suku bunga.

Indeks Harga Konsumen ( Consumer Price Index/CPI) AS tumbuh sebesar 8,6 persen selama tahun ini hingga Mei, berkembang dengan tingkat tercepat sejak 1981.

Hampir semua biaya mulai dari makanan hingga bahan bakar, tempat tinggal, dan pakaian, naik lagi bulan lalu, menurut Departemen Tenaga Kerja AS.

Data inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan tersebut pun mengguncang aset berisiko.

Selanjutnya, pelaku pasar akan memantau dengan cermat data penjualan ritel baru serta keputusan suku bunga The Fed.

Pembuat kebijakan diperkirakan akan mengumumkan setidaknya setengah poin kenaikan suku bunga dalam upaya untuk mencegah lonjakan tekanan inflasi.

Rupiah pada pagi hari dibuka melemah ke posisi Rp14.647 per dolar AS. Sepanjang hari rupiah bergerak di kisaran Rp14.638 per dolar AS hingga Rp14.694 per dolar AS.

Sementara itu, kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Senin melemah ke posisi Rp14.672 per dolar AS dibandingkan posisi hari sebelumnya Rp14.569 per dolar AS.
 

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022