Jakarta (ANTARA) - Taman Nasional Ujung Kulon adalah satu dari 51 taman nasional yang ada di Indonesia. Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) yang masuk wilayah administrasi Provinsi Banten, terkenal akan keberagaman hayati dan menjadi tempat hidup sang legenda: badak jawa (Rhinoceros Sondaicus).

Keragaman hayati yang tinggi dengan variasi lanskap, baik perbukitan, dataran rendah, pegunungan, pantai, hingga laut, menjadi ciri khas dari taman nasional tersebut. Ujung Kulon telah dinyatakan sebagai taman nasional dan ditetapkan sebagai situs warisan alam dunia oleh UNESCO pada 1992.

Wilayah yang memiliki luas 122.956 hektare tersebut terdiri dari 78.619 hektare kawasan daratan dan 44.337 hektare kawasan perairan laut. Secara garis besar TNUK dapat dibagi dalam tiga wilayah; semenanjung Ujung Kulon (Handeuleum), Gunung Honje, dan Pulau Panaitan.

Tiga wilayah tersebut merupakan bagian dari sistem pegunungan tersier muda dan bagian tengah kawasan Ujung Kulon terbentuk oleh formasi batuan kapur tua yang telah tertutupi lapisan aluvial di sebelah utara serta batuan berpasir di sebelah selatan.


Flora

Dalam buku panduan Taman Nasional Ujung Kulon, TNUK merupakan salah satu peninggalan hutan alam di Jawa dan merupakan satu dari sedikit daerah yang menyajikan profil vegetasi pantai laut sampai dengan vegetasi puncak gunung tropis.

Lebih dari 700 jenis tumbuhan hidup di dalammnya dan 57 jenis di antaranya diklasifikasikan sebagai tanaman langka di dunia. Flora di TNUK diklasifikasikan ke beberapa bagian; hutan hujan dataran rendah, hutan primer, hutan sekunder, dan hutan pantai.

Baca juga: WARISAN DUNIA DI UJUNG BARAT JAWA

Masing-masing wilayah hutan itu memiliki ciri khas tumbuhan dengan tutupan yang berbeda-beda. Flora di hutan hujan dataran rendah, misalnya diisi oleh tumbuhan, seperti Ara, Kigentel, Tokbrai, kondang, Liana, rotan, hingga berbagai jenis Palma.

Hutan primer pada umumnya berkarakteristik memiliki pohon-pohon besar dengan kanopi yang tinggi dan bagian bawah/lantai hutan yang lebih terbuka. Kawasan terbesar dari hutan primer di dalam kawasan TNUK ini membentang dari puncak Gunung Honje sampai pantai selatan.

Jenis-jenis pohon tinggi di hutan TNUK mencangkup palem gebang, bengang dan salam yang dapat mencapai tinggi 40 meter, melebihi kanopi jenis-jenis lain. Di bawahnya terdapat pohon-pohon besar, seperti bayur, gadog, dan putat.

Hutan sekunder membentang di antara hutan primer dan hutan pantai. Hutan sekunder mencakup sebagian besar kawasan semenanjung Ujung Kulon, Pulau Panaitan, dan lereng-lereng Gunung Honje. Pohon paling dominan di hutan sekunder adalah bungur.

Hutan pantai, jenis pohon yang terkenal di kawasan pantai adalah ketapang yang berbentuk pagoda dan pohon nyamplung yang kokoh serta memiliki rangkaian buah hijau cerah yang mirip dengan marmer besar. Vegetasi pandan raksasa merupakan jenis yang paling menonjol dari tumbuhan pantai.

Ciri khas dari pohon pandan raksasa adalah adanya buah, seperti buah nanas merah besar dengan jaringan akar tunjang dari dahan-dahan pohon yang menjulur beberapa meter. Pandan raksasa banyak dijumpai di sepanjang pantai selatan TNUK. Sementara pohon kelapa tidak banyak dijumpai di taman nasional itu.

Baca juga: Merawat harta karun dari Taman Nasional Ujung Kulon

Fauna

Ujung Kulon memiliki fauna yang sebagian besar merupakan satwa langka. Satwa mengembara secara bebas di dalam hutan, sementara yang lain hanya dapat didengar keberadaannya, dan beberapa jenis sangat jarang dijumpai.

Badak Jawa merupakan salah satu satwa yang paling jarang, bahkan susah dijumpai karena berada jauh di dalam zona rimba serta jumlahnya yang sedikit. Populasi Badak Jawa saat ini diperkirakan hanya berjumlah 75 individu dan hanya hidup di Ujung Kulon.

Badak jawa termasuk ke dalam golongan binatang berkuku ganjil atau Perrisdactyla, mempunyai kulit tebal berlipat-lipat seperti perisai, sehingga satwa ini kelihatan seperti bongkah batu yang besar dan tubuhnya lebih besar dari Badak Sumatra (Dicerorhinus sumetrensis).

Banteng jawa (Bos javanicus) juga menjadi salah satu hewan yang dilindungi dan terancam keberadaannya di Ujung Kulon. Banteng kerap menghuni padang penggembalaan Cibunar dan Cidaon, tetapi ditemukan pula masuk ke dalam hutan. Banteng jantan berwarna hitam, sementara betina berwarna coklat keemasan. Banteng jantan dan betina memang memiliki tanduk, akan tetapi tanduk jantan lebih besar dan melengkung dibanding betina.

Selain badak jawa dan banteng, owa jawa (Hylobates moloch) juga menjadi binatang prioritas di Ujung Kulon yang sangat dijaga ketat. Mereka hidup dan bergelantungan di hutan-hutan primer. Primata ini memiliki ekor pendek, bulu halus warna abu-abu dan muka hitam.

Hewan-hewan eksotis lainnya yang menghuni kawasan Ujung Kulon, yakni rusa, muncak, kancil, lutung, surili, kera ekor panjang, kukang, babi hutan, macan tutul, anjing hutan, ayam hutan, buaya muara dan sejumlah binatang lainnya.

Baca juga: Berkenalan dengan satwa Taman Nasional Ujung Kulon

Dari keluarga burung setidaknya lebih dari 250 jenis telah tercatat di kawasan Ujung Kulon, berdasarkan data dari Taman Nasional Ujung Kulon. Burung-burung tersebut tidak selalu mudah terlihat karena banyak yang hidup di atas kanopi hutan.

Jenis burung yang sangat mencolok, seperti burung enggang (rangkong), elang laut, merak hijau, willi-willi, cekakak jawa dan biru, delimukan zamrud, srigunting batu, hingga kucica.

Selain kehidupan di hutan, Ujung Kulon juga memiliki habitat laut yang meliputi pantai berbatu, rawa-rawa, hutan bakau, daratan berlumpur, rumput laut, terumbu karang, hingga alur laut.

Ekosistem di Ujung Kulon yang ditopang dengan hewan eksotis serta langka menjadi kekayaan tersendiri bagi Indonesia. Namun di tengah ancaman degradasi hutan di Indonesia, sejatinya Ujung Kulon harus tetap menjadi kawasan yang tak boleh terjamah secara bebas, menjadi rumah yang nyaman untuk mereka yang terus bertahan dari kepunahan. Karena merawat segala isi yang ada di Ujung Kulon, sama halnya dengan merawat kehidupan.

Baca juga: JALUR WISATA RELIGI DI TNUK

Baca juga: SAMPAH PLASTIK DI PANTAI TNUK

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022