Yogyakarta (ANTARA News) - Usaha sektor informal di Indonesia belum menjadi fokus utama kebijakan atau perhatian pemerintah, sehingga pemerintah tidak memiliki definisi umum mengenai perusahaan sektor informal. "Beberapa instansi pemerintah, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI), serta Departemen Industri dan Perdagangan hanya memberikan definisi tentang skala usaha, yang secara garis besar dibagi menjadi tiga klasifikasi, yakni usaha kecil, menengah, dan besar," kata pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakrta Tri Widodo di Yogyakarta, Selasa. Demikian pula, katanya pada diskusi Sektor Informal dan Perekonomian Daerah yang diselenggarakan Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP) UGM, dengan penanganan secara statistik terhadap sektor informal. Menurut dia, kegiatan pencatatan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh sektor informal yang menyeluruh dan berkelanjutan belum banyak dilakukan dan mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. "Kondisi itu dapat dilihat dari sikap BPS yang mendefinisikan perusahaan sektor informal sebagai perusahaan tidak berbadan hukum, sehingga kegiatan pembinaan sektor tersebut juga tidak memiliki kejelasan," katanya. Ia mengatakan, kondisi itu menyebabkan instansi pemerintah yang satu dengan yang lain tidak memiliki tanggung jawab yang terpadu untuk mempromosikan atau mengatur sektor informal. Padahal, sektor informal dapat memberikan kontribusi pada penyerapan tenaga kerja dan pendapatan, serta mampu menciptakan surplus meskipun di bawah iklim usaha yang tidak kondusif seperti keterbatasan akses kredit lembaga keuangan formal dan perpajakan. "Konsekuensi surplus di sektor informal itu dapat mendorong pertumbuhan ekonomi perkotaan," kata peneliti PSEKP UGM itu. Ia mengatakan, penggunaan modal pada sektor informal relatif lebih sedikit jika dibandingkan dengan sektor formal sehingga cukup dengan modal sedikit dapat mempekerjakan orang. Usaha sektor informal biasanya untuk tenaga kerja semiterampil dan tidak terampil, sehingga perlu disediakan akses pelatihan dan keterampilan bagi mereka.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006