Jakarta (ANTARA) - Media massa Eropa ramai-ramai memberitakan Paris Saint-Germain dan pelatih kepala Mauricio Pochettino sepakat mengakhiri hubungan di antara mereka sekalipun kontrak pelatih asal Argentina itu baru habis tahun depan.

Mantan pelatih Tottenham Hotspur itu masuk menggantikan Thomas Tuchel ketika musim 2020/2021 sudah separuh jalan.

Tetapi dia cukup berhasil. Pada periode awal menjadi bos Parc des Princes, Pochettino mempersembahkan Trophee des Champions kepada PSG ketika setelah timnya mengalahkan Marseille 2–1 pada 13 Januari 2021.

Dia sempat membuat PSG terbang di awan setelah mengalahkan Barcelona 4–1 di Camp Nou, lalu menyingkirkan Bayern Muenchen, tapi disingkirkan Manchester City dalam semifinal Liga Champions.

Dia mengakhiri musim pertamanya di PSG bersama trofi Coupe de France setelah menaklukkan AS Monaco dalam final, tapi dia hanya bisa membawa PSG finis urutan kedua di bawah juara liga Lille. Meski begitu kontraknya diperpanjang sampai 2023.

Pada musim keduanya, setelah PSG merekrut superstar-superstar seperti Georginio Wijnaldum, Achraf Hakimi, Sergio Ramos, Gianluigi Donnarumma, Lionel Messi dan Nuno Mendes, Pochettino akhirnya mempersembahkan gelar juara liga pada 2022.

Namun klub tak cuma ingin menjuarai liga. Dengan mendatangkan Messi cs, ditambah Neymar dan Klylian Mbappe yang sudah ada sebelum mereka, pembesar klub sebenarnya ingin meraih apa yang belum diraih PSG, yakni juara Liga Champions.

Baca juga: PSG juarai Liga Prancis untuk ke-10 kali meski ditahan seri Lens

Tapi yang justru kemudian Pochettino malah mengalami nasib serupa Thomas Tuchel, Unai Emery, Laurent Blanc dan Carlo Ancelotti, tak berhasil mengantarkan PSG mengangkat trofi juara Liga Champions. Tiga dari empat pendahulunya itu kemudian memang mengangkat trofi Liga Champions, tetapi bersama klub lain.

Sekalipun begitu, mantan pelatih Southampton itu sebenarnya sudah bekerja sangat baik untuk PSG. Dia mungkin orang yang tepat untuk klub yang tidak tepat. Seandainya timnya tak terlalu banyak bintang, mungkin cerita akan lain.

Lebih dari itu, Pochettino dan PSG memiliki perbedaan visi yang fundamental. PSG tertarik kepada kemegahan dan karisma, sedangkan Pochettino fokus kepada bekerja sungguh-sungguh.

Yang jelas situasi dalam klub tak begitu bagus untuk Pochettino. Seandainya dia melatih klub besar dengan skuad lebih mudah diatur atau dia memiliki kuasa lebih dalam mendatangkan pemain pilihannya sendiri, mungkin saja dia berhasil mempersembahkan trofi teragung di Eropa kepada PSG.

Masalahnya, PSG memiliki barisan pemain yang sulit diatur dam dikenal memiliki masalah disiplin, padahal ini adalah determinan pokok yang bisa mengantarkan sebuah tim ke level terbaiknya.

Aspek kedisiplinan itu pula yang disorot banyak orang, termasuk mantan strikernya yang kini bermain untuk AC Milan, Zlatan Ibrahimovic.


Testimoni Ibrahimovic

Dalam bukunya "Adrenaline", pesepakbola Swedia itu mengaku menghubungi CEO Paris Saint Germain Nasser Al-Khelafi musim panas lalu. Tujuannya, menawarkan diri menjadi direktur olahraga PSG.

Ibrahimovic sesumbar para pemain PSG menyambut baik proposalnya menjadi bagian dari manajemen tim kota Paris itu.

"Salah seorang dari mereka (pemain-pemain PSG itu) bilang pada saya, 'Zlatan, hanya kamu yang bisa mendisiplinkan tim ini," kata Ibrahimovic, dalam buku itu.

Pemain-pemain PSG yang lain meyakini kehadiran Ibrahimovic dalam manajemen klub akan membuat suasana ruang ganti pemain menjadi lebih disiplin.

Baca juga: Kylian Mbappe resmi perpanjang kontrak di PSG hingga 2025

Saking dalamnya masalah disiplin di PSG ini, Ibrahimovic sampai menyarankan Kylian Mbappe pindah bergabung Real Madrid.

Bukan karena tak menginginkan bekas klubnya menjadi tempat tepat untuk striker timnas Prancis itu, Ibrahimovic justru ingin Mbappe mendapatkan tempat tepat yang semakin menempa talentanya. Dia juga ingin mengusik PSG karena tak cukup bisa mendisiplinkan skuadnya.

"PSG tak cukup disiplin padahal Mbappe membutuhkan itu agar terus meningkat dan naik level," kata Ibrahimovic, seraya menyebut tak ada yang berani menegakkan disiplin di PSG.

Ibrahimovic memperkuat PSG selama tiga musim, mulai 2012 sampai 2015 sebelum bergabung dengan Manchester United, LA Galaxy dan kemudian balik lagi ke AC Milan.

Pesepakbola yang memiliki 120 cap bersama timnas Swedia ini menyatakan seandainya disiplin diterapkan di PSG maka tak akan ada pemain yang bertingkah seenaknya.

"Jika saja lebih disiplin lagi, maka semua orang akan berlari di lapangan, tak ada yang datang terlambat untuk berlatih dan tak ada yang dibiarkan melakukan apa yang mereka suka," kata Ibrahimovic.

Baca juga: Mauricio Pochettino akui sulit tangani trio MNM

Direktur olahraga Leonardo yang sudah lebih dulu diputus hubungannya dengan klub kota Paris itu pekan lalu, mengesampingkan sinyalemen Ibrahimovic tersebut.

Tetapi sudah menjadi rahasia umum sejumlah pemain bintang PSG memang agak sulit diatur. Neymar misalnya, pernah kelayapan di sebuah klab malam dua hari sebelum PSG bertanding.

Ketidakdisiplinan ini juga yang dirasakan Pochettino, walau tak pernah dia akui. Namun orang-orang seperti pakar sepak bola Prancis Julien Laurens menyebut Pochettino memang tak bisa mengendalikan ruang ganti pemain PSG.


Atmosfer PSG

Suasana itu diperparah oleh bergabungnya Lionel Messi yang membuat tugas Pochettino semakin sulit saja.

Menurut Laurens, Pochettino sungguh tidak menyukai atmosfer klub yang terlalu banyak main politik dan sulit satu suara.

"Tapi dia sudah tahu itu sebelumnya soal itu. Namun saat Messi datang, situasi semakin sulit saja karena terlalu banyak superstar dan ego yang terlibat. Belum lagi isu bertahan-tidaknya Kylian Mbappe," kata Laurens seperti dikutip talkSPORT.

Dari pandangan Laurens ini, alasan perpisahan Pochettino dengan PSG, jika ya terjadi, berbeda dengan alasan hengkangnya Tuchel, Emery, Ancelotti atau Blanc dari PSG. Dalam kasus Pochettini, lebih karena masalah di dalam klub, bukan karena mampu tidaknya Pochettino memimpin klub ini.

Situasinya mirip dengan Ole Gunnar Solskjaer yang konsentrasinya buyar seketika manakala Manchester United menyewa Cristiano Ronaldo yang sungguh tak ada dalam agendanya.

Namun berbeda dari Solskjaer, Pochettino diinginkan oleh klub-klub raksasa, termasuk Man United sendiri.

Baca juga: Penasihat Zinedine Zidane bantah kesepakatan dengan PSG

Oleh karena itu, jika benar Pochettini hengkang dari PSG, akan sangat menarik mengetahui ke mana nanti Pochettino berlabuh.

Mungkin bukan MU, Madrid atau Chelsea karena ketiga klub ini sudah mengikat kuat-kuat Eirk ten Hag, Carlo Ancelotti dan Thomas Tuchel.

Tetapi banyak klub besar di Eropa yang antre menariknya. Napoli di Italia dan Athletic Bilbao di Spanyol kabarnya siap menampung pelatih yang jago meracik pemain muda dan membangun harmoni dalam skuad tersebut.

Tetapi pelatih asal Argentina itu disebut-sebut lebih ingin kembali ke Inggris, salah satu faktornya adalah keluarganya yang sudah nyaman dengan Inggris, khususnya kota London.

Jika ini yang terjadi, dia mungkin akan memilih rehat enam bulan sampai satu musim, sambil menunggu apa yang diperbuat Erik ten Hag, Antonio Conte, Thomas Tuchel, atau lainnya, terhadap klub-klubnya.

Jika klub-klub itu baik-baik saja, tak ada alasan bagi Pochettini untuk menggeser orang-orang itu. Tapi jika yang terjadi sebaliknya, maka Pochettino bisa kembali menjadi pilihan MU atau Spurs atau Chelsea atau Arsenal, atau lainnya.

Namun sejauh ini belum ada konfirmasi dari PSG bahwa Pochettino tak lagi menjadi pelatih klub itu.

Baca juga: Mauricio Pochettino dan PSG sepakat berpisah

Editor: Irwan Suhirwandi
Copyright © ANTARA 2022