Jika The Fed mengumumkan kenaikan 75 basis poin malam ini, harga minyak mungkin sangat lemah terhadap dolar dalam jangka pendek...
Singapura (ANTARA) - Harga minyak naik di perdagangan Asia pada Rabu sore, rebound dari kerugian di awal sesi, di tengah kekhawatiran atas permintaan bahan bakar dan ekonomi yang lebih luas menjelang kenaikan besar suku bunga yang diperkirakan oleh Federal Reserve (Fed) AS.

Dalam sesi yang bergejolak, harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Agustus naik 46 sen atau 0,4 persen, menjadi diperdagangkan di 121,63 dolar AS per barel pada pukul 06.42 GMT setelah jatuh ke level 120,65 dolar AS di awal sesi dan melemah 0,9 persen pada Selasa (14/6/2022).

Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Juli naik 41 sen atau 0,3 persen, menjadi diperdagangkan di 119,34 dolar AS per barel, setelah mencapai level terendah 118,22 dolar AS di awal sesi dan jatuh 1,7 persen sehari sebelumnya.

Inflasi yang melonjak telah membuat investor dan pedagang minyak bersiap untuk langkah besar The Fed minggu ini - kenaikan 75 basis poin, yang akan menjadi kenaikan suku bunga AS terbesar dalam 28 tahun.

"Sinyal hawkish yang agresif dari Fed (AS) dapat meningkatkan kekhawatiran resesi global, yang dapat mengurangi permintaan pasar energi," kata Leona Liu, Analis DailyFX yang berbasis di Singapura.

Baca juga: Harga minyak jatuh, tertekan kekhawatiran inflasi dan COVID di China

"Jika The Fed mengumumkan kenaikan 75 basis poin malam ini, harga minyak mungkin sangat lemah terhadap dolar dalam jangka pendek karena Fed yang hawkish dapat mendorong investor mengalir ke mata uang safe-haven dolar dan memukul aset-aset sensitif risiko seperti minyak."

Di sisi permintaan, wabah COVID terbaru di China, yang ditelusuri ke bar 24 jam di Beijing, telah menimbulkan kekhawatiran akan fase penguncian baru.

Namun perekonomian negara itu menunjukkan tanda-tanda pemulihan pada Mei setelah merosot di bulan sebelumnya karena produksi industri naik secara tak terduga.

Dalam laporan bulanannya, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) berpegang pada perkiraannya bahwa permintaan minyak dunia akan melebihi tingkat pra-pandemi pada 2022.

"Secara keseluruhan, situasi penawaran/permintaan tetap dibatasi oleh pasokan, dan saya tidak dapat memperkirakan kenyataan itu berubah sampai ekonomi dunia melambat tajam," kata Analis Pasar Senior OANDA, Jeffrey Halley.

Namun, menawarkan beberapa dukungan untuk harga adalah pasokan yang ketat, yang telah diperburuk oleh penurunan ekspor dari Libya di tengah krisis politik yang telah memukul produksi dan pelabuhan.

Baca juga: Minyak turun di tengah kekhawatiran Fed dan pajak keuntungan minyak

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022