Jakarta (ANTARA News) - The Raid memang menggebrak dunia, termasuk yang terakhir di Festival Film Sundance yang sekarang lagi berlangsung di Sundance, Park City, Utah, Amerika Serikat.

Tak tanggung-tanggung, film ini mendapatkan pernghargaan Midnight Madness pada 2011 dalam Festival Film Toronto September tahun lalu, dan dipilih oleh Sony untuk didistribusikan di bioskop Maret depan.

Bercerita tentang seorang polisi Indonesia yang menggerebek apartemen milik seorang bos mafia kejam sekaligus pengedar obat terlarang, tayang pertama kali pada Minggu ini di Festival Film Sundance.

Film yang menonjolkan bela diri khas Indonesia, yaitu pencak silat, ini digarap oleh sutradara asal Wales, Inggris, berusia 31 tahun, Gareth Evans.   Dia sebelumnya menggarap film eksyen silat berjudul "Merantau."

Bagaimanakah seorang Gareth Evans yang asal Wales ini sampai ketagihan menggarap film aksi di Indonesia.

"Istri saya adalah warga Indonesia keturunan Jepang, seluruh keluarganya berdomisili di Indonesia," ungkap Evans dalam wawancara dengan Vince Horiuchi dari Salt Lake Tribune.

Evans dan istrinya sempat menetap di Inggris.  Saat hijrah ke Indonesia, Evans mendapatkan pekerjaan sebagai sutradara film dokumenter yang mengisahkan pencak silat.

"Sejak saat itu, saya terobsesi dengan silat. Hingga datanglah ide cerita 'Merantau', dan kami (Evans dan istri) akhirnya memutuskan menetap di Jakarta," ujar Evans.

Untuk dua filmnya itu, dia setia menggaet aktor Iko Uwais sebagai pemeran utamanya.

Evans juga bercerita bahwa pemilik rumah produksi tempatnya bernaung adalah istrinya sendiri.

"Saya harus membahagiakan istri saya, bila tidak dia akan meninggalkan dan memecat saya," ujar Evans berkelakar.

Versi Amerika

Menyinggung  Festival Film Toronto, Evans mengaku terkejut dan sangat senang dengan tanggapan para penonton pada festival itu.

"Saya hanya membuat film yang tidak dapat diprediksi oleh penontonnya. Awalnya saya tidak percaya diri, namun mendapatkan reaksi demikian sungguh luar biasa."

Film yang menghebohkan Festival Film Toronto ini akhirnya dilamar Hollywood, seperti agensi Management 360 dan William Morris Endeavor.  Namun ini tidak berarti ia akan hijrah ke Hollywood.

"Tujuan saya adalah membuat film di Indonesia," kata Evans, lalu menjadikan film itu mendunia.

Impian itu sukses, karena Sony sudah mendapatkan ijin untuk mendistribusikan The Raid.  Sony ingin membuat versi Amerika dari film ini.

Dalam produksi versi Amerika, Evans akan berlaku sebagai produser eksekutif. Bukan itu saja, dia juga akan menangani koreografi.

"Ini dilakukan supaya mereka (koreografer) dapat terlibat langsung dalam pembuatannya," kata Evans.

Disinggung soal The Raid yang digarap ulang versi Amerika, Evans merasa mendapat durian runtuh.

"Kalau mereka mau mendaur ulang film ini, mereka harus melihat versi aslinya. Saya jadi memiliki kesempatan untuk mengembangkan film ini, menjadi seperti yang saya inginkan namun tidak diwujudkan pada film aslinya karena keterbatasan dana," ujar Evans.

Ide dan inspirasi tidak datang begitu saja kepada Evans saat menggarap film-film aksinya.

Para aktor film laga seperti Jackie Chan, Sam Peckinpah dan John Woo adalah orang-orang yang menginspirasi Evans.

"Saya menyukai film laga," katanya seraya menyebut sejumlah film laga klasik seperti Hard Boiled, The Wild Bunch, Police Story, Armour of God dan Project A. (*)

Disadur Maria Rosari Dwi Putri dari laman Salt Lake Tribune

Penerjemah: Jafar M Sidik
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2012