Jakarta (ANTARA News) - Jumlah wanita Indonesia yang menikah dengan warga Taiwan belakangan ini terus meningkat, dan saat ini tercatat 10.155 warga negara Indonesia (WNI) yang menikah dengan warga Taiwan dan sebagian besar dari WNI itu adalah perempuan. Kepala Bidang Imigrasi, Konsuler dan Ketenagakerjaan Kamar Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI), Erwin Aziz, ketika dihubungi di Taipei, Kamis, mengatakan jumlah tersebut sekitar 10,67 persen dari sekitar 95.177 orang asing yang menikah dengan warga Taiwan. Warga Vietnam adalah pengantin asing yang terbanyak menikah dengan warga Taiwan, yakni sekitar 60.570, Thailand 8.716 dan Filipina 3.830. Meskipun tidak menyebutkan peningkatannya, Erwin mengemukakan minat kepada warga Indonesia terus meningkat karena perempuan Indonesia dinilai lebih setia, menghargai dan mau melayani bisa memahami kondisi ekonomi suami. Tingginya minat pria Taiwan menikah dengan warga asing karena perempuan Taiwan cenderung memilih karir dan hidup sendiri. Di sisi lain biaya hidup di Taiwan juga relatif tinggi, terutama dalam sektor perumahan. Sebagian besar warga kota Taipei hidup di apartemen di daerah perkotaan yang sewanya berkisar 10.000-15.000 new dolar Taiwan (NT$) untuk warga bujang. Satu NT$ sama dengan Rp280. Sementara sewa apartemen berkamar dua untuk mereka yang berkeluarga cukup tinggi, yakni NT$25.000-NT$30.000, sehingga hidup berkeluarga cukup berat di samping ada kecenderungan perempuan Taiwan lebih mengejar karir dari pada berkeluarga. Ketika ditanya apakah perempuan asal daerah tertentu di Kalimantan Barat masih menjadi pilihan utama pria Taiwan, Erwin mengatakan kini pilihan sudah beragam. Bahkan kini sudah ada wanita asal Indramayu yang menjadi pengantin asing di Taiwan. Ada juga TKW Erwin juga mengatakan beberapa dari pengantin asing asal Indonesia itu adalah TKW. Dua tahun lalu, ketika penempatan TKI informal ke Taiwan ditutup secara sepihak oleh pemerintah Taiwan banyak terjadi kasus kawin palsu di kalangan TKW. Agen tenaga kerja asing Taiwan merekayasa pernikahan antara TKW dengan warga Taiwan lalu dilaporkan ke perwakilan dagang Taiwan di Jakarta (TETO). Kondisi itu dialami oleh Mudji Lestari (26), asal Sukaraja, Jawa Tengah, itu terpaksa memilih kawin semu. Artinya, diatas kertas dan secara hukum dia menikah dengan pria Taiwan, tetapi sebenarnya perkawinan itu hanya sarana agar dia bisa masuk kembali dan punya izin tinggal di negara itu agar bisa bekerja ke majikan lama. Tari, panggilan Mudji Lestari, sudah pernah bekerja di Taiwan. Setelah cuti setahun, bekas penyalurnya memintanya kembali ke Taiwan. Namun, di sisi lain pemerintah Taiwan sudah menutup penempatan TKI ke negaranya sejak pertengahan 2002 hingga akhir 2004. Agensi Taiwan lalu merancang perkawinan semu di Indonesia dengan memanfaatkan CV MJ yang beralamat Jalan Pademangan Jakarta Barat. Agennya mengingatkannya bahwa jangan mengatakan dirinya menikah semu atau kawin palsu. Lalu berangkatlah, Tari ke Taipei awal 2005, ketika penempatan TKW ke Taiwan belum diizinkan secara resmi oleh pemerintah Indonesia. Dua bulan bekerja agensinya (suami isteri) dipecat dari perusahaannya bekerja, lalu Tari bekerja berpindah-pindah sesuai dengan keinginan agensinya. Terakhir gajinya selama dua bulan tidak dibayar dan Tari pun mengadu ke shelter KDEI di Taoyen, 30 kilometer selatan Taipei. Tari menyatakan ingin bekerja lagi tetapi pada majikan baru, karena adiknya membutuhkan Rp50 juta untuk bisa lulus tes di kepolisian Jateng. Di sisi lain KDEI menyatakan sebaiknya Tari pulang ke tanah air karena peraturan Taiwan menyatakan pengantin asing, meskipun memiliki izin tinggal lima tahun, tidak boleh bekerja di negara itu. Tari, meskipun secara hukum sudah menikah (dan kini sudah bercerai dengan suami Taiwan-nya), pernah bekerja secara ilegal di Taiwan. Peraturan Taiwan juga menyatakan orang asing yang bekerja secara ilegal dilarang masuk ke negeri itu selama lima tahun. Kini dia menunggu arah nasibnya di shelter Taoyen. (*)

Copyright © ANTARA 2006