Jakarta (ANTARA) - Penelitian terbaru South East Asian Nutrition Surveys kedua (SEANUTS II) mencatat prevalensi anak stunted dan anemia masih tinggi.

Baca juga: Pentingnya strategi pemberian MPASI yang baik guna cegah stunting

"Kita lihat status gizi anak yang umurnya masih di bawah 5 tahun (daerah Jawa dan Sumatra), ternyata masih tetap tinggi prevalensi stunting-nya. Jadi untuk stunting masih tinggi di atas 20 persen, dan laki-laki lebih tinggi angkanya dari perempuan," kata Dr. dr. Dian Novita Chandra, M.Gizi selaku Peneliti SEANUTS II Indonesia di Jakarta Selatan, Selasa.

Jika dilihat berdasarkan area tempat tinggal, angka stunting di pedesaan lebih tinggi dibanding di kota. "Di desa 33,6 dan di kota 20,6," katanya.

Baca juga: BKKBN: Kondisi mental indikator keberhasilan tumbuh kembang anak

Menurut hasil dari penelitian SEANUTS II ini, hal tersebut terjadi juga karena masih belum terpenuhinya rata-rata asupan vitamin dan mineral yang direkomendasikan untuk tumbuh kembang yang sehat.

Secara keseluruhan, SEANUTS II menunjukkan bahwa permasalahan anak stunting atau berperawakan pendek dan anemia masih ada, terutama pada anak-anak usia dini. Namun, untuk anak yang berusia lebih tua, prevalensi kelebihan berat badan dan obesitas lebih tinggi dari pada anak usia kurang dari lima tahun.

Temuan lain juga menunjukkan bahwa aktivitas fisik harian anak usia sekolah ternyata belum mencapai tingkat kecukupan sedang yang direkomendasikan. Padahal, tingkat kecukupan aktivitas fisik harian akan memengaruhi kebugaran jasmani yang jauh akan berperan pada tahapan tumbuh kembang seorang anak.

Tak hanya itu, sebagian besar anak-anak juga tidak memenuhi kebutuhan rata-rata asupan kalsium dan Vitamin D. Hasil pengecekan biokimia darah juga menunjukkan adanya ketidakcukupan Vitamin D pada sebagian besar anak.

"Kami harapkan data temuan yang dihasilkan SEANUTS II dapat menjadi acuan tenaga medis, pemerintah, bahkan orang tua untuk menanggulangi masalah malnutrisi di Indonesia," kata Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, SpA(K) selaku peneliti utama SEANUTS II dan Guru Besar Fakultas Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran UI.

"Studi ini menunjukkan bahwa permasalahan stunted atau perawakan pendek, anemia, asupan makanan, aktivitas fisik anak dan kebugaran jasmani terkait kesehatan, perlu mendapat perhatian yang serius dari berbagai pihak," pungkasnya.

SEANUTS II merupakan lanjutan dari South East Asian Nutrition Survey (SEANUTS I) yang dipublikasikan pada tahun 2013 lalu. Penelitian skala besar ini dilakukan oleh FrieslandCampina dalam rentang waktu antara 2019 dan 2021, bekerja sama dengan universitas dan lembaga penelitian di Indonesia, Malaysia, Thailand dan Vietnam.

SEANUTS II dilakukan di 21 kabupaten/kota, 15 provinsi dan melibatkan sekitar 25 tenaga dokter, ahli gizi, ahli kesehatan, dan ahli olahraga. SEANUTS II juga melibatkan 3000 anak dengan rentang usia 6 bulan hingga 12 tahun.


Baca juga: BKKBN: Banyak berhubungan intim tak wujudkan kehamilan berkualitas

Baca juga: Puluhan balita "stunting" di Kelurahan Kartini karena faktor ekonomi

Baca juga: BKKBN dorong pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang pada ibu

Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022