Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono mengatakan, penerapan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tak perlu disikapi dengan kekhawatiran yang berlebihan.

Menurut Agung di Jakarta, Selasa, pengesahan UU tersebut merupakan itikad baik pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan.

"Kami menangkap kekhawatiran dari pihak penyelenggara asuransi swasta terkait dengan segmentasi pasar, sebenarnya masih terbuka peluang yang besar di kalangan menengah ke atas," kata Agung dalam Seminar "Undang-undang BPJS: Implikasi Perubahan Sistem Jaminan Nasional, Antara Harapan dan Realita" di Jakarta.

Agung mengatakan, dua pengelola Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni PT Jamsostek dan PT Askes memiliki kewajiban untuk mengelola uang premi dari masyarakat sebaik mungkin.

"Jangan sampai ada dana yang `idle` (mengendap), sebaliknya pengelola SJSN harus menyalurkannya dalam investasi yang rendah risiko dan tidak spekulatif," katanya.

Karena itu, Agung berpendapat diperlukan profesionalisme tinggi dari pengelola SJSN yang sudah ditunjuk untuk mulai mengelola dana masyarakat dalam kurun waktu dua yang diamanatkan UU BPJS untuk mulai beroperasi, yakni pada 1 Januari 2014.

Sementara itu, Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Suryo Bambang Sulisto mengatakan, pengusaha Indonesia menanggapi positif soal UU BPJS dan siap menerapkannya di perusahaan.

"Pada dasarnya setiap pengusaha ingin tenaga kerjanya sejahtera, semakin sejahtera makin semangat kerja dan perusahaan pun diuntungkan," kata Suryo.

Namun, ia juga berpendapat perlu diperhatikan mengenai aturan pelaksanaannya karena dana yang dikelola sangat besar.

Suryo mengatakan "good governance" atau tata kelola yang baik sangat diharapkan agar penyelenggara SJSN dapat mengelola dana masyarakat secara transparan, objektif, tepat sasaran dan adil.

"Jangan sampai peraturan yang mulia ini merugikan rakyat," katanya.

Mengenai kesiapan pengusaha untuk menerapkan UU BPJS, Suryo berpendapat hal tersebut merupakan penyesuaian yang harus dilakukan secara berkelanjutan karena sudah diatur undang-undang.

Ia menambahkan, UU BPJS hanya merupakan salah satu sisi mengenai harapan kesejahteraan rakyat, sisi lainnya yang lebih penting adalah perkembangan perekonomian Indonesia ke arah yang lebih positif sehingga menghasilkan dana untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan tenaga kerja.

Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS disahkan oleh DPR pada akhir Desember tahun lalu yang memiliki esensi untuk menyelenggarakan kelima program jaminan sosial sesuai amanat UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN yang mengubah badan hukum persero BPJS menjadi badan hukum publik yang bertanggung jawab langsung kepada presiden.

Dalam undang-undang tersebut juga ditetapkan bahwa hanya ada dua pengelola SJSN, yakni BPJS Kesehatan yang merupakan transformasi dari PT Askes dan BPJS Ketenagakerjaan, transformasi dari PT Jamasostek yang akan mengurus jaminan tenaga kerja menyangkut kecelakaan kerja, hari tua, pensiun dan kematian.
(T.A060/S023)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2012