Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan akan membuka peluang kerja sama kepada seluruh negara dunia untuk mengatasi permasalahan kekerdilan pada anak atau stunting lewat iktikad baik yang berhasil diterapkan oleh masing-masing negara.

“Memang kita sangat bisa bekerja sama dengan berbagai negara. Untuk itu, kita bisa mengadopsi bagaimana mewujudkan family planning untuk menjadi family welfare atau keluarga yang kuat,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam acara Kabar Indonesia Pagi TV One yang diikuti di Jakarta, Senin.

Hasto menuturkan lewat kerja sama dengan berbagai negara, Indonesia bisa mengadopsi upaya-upaya baik ataupun berinovasi dalam menciptakan dan mengawal setiap keluarga menjadi kuat, bahagia, dan sejahtera.

Sebaliknya, negara lain dapat mempelajari strategi-strategi yang sukses diterapkan Indonesia melalui BKKBN dalam mengentaskan permasalahan stunting seperti menerapkan delapan fungsi keluarga, memperkuat kolaborasi antarkementerian/lembaga, menggencarkan pentingnya pemberian jarak antarkelahiran pada anak, dan mengajak tokoh agama untuk menggerakkan masyarakat.

Baca juga: BKKBN tekankan gotong royong pada program Bapak Asuh Anak Stunting

"Apalagi setelah BKKBN berhasil meraih Penghargaan United Nations Population Award (UNPA) 2022 dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kategori institusi yang berhasil mengalahkan 193 negara anggota PBB lainnya. Dunia akan memperhatikan cara Indonesia mewujudkan sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas," katanya.

Hasto menambahkan, angka kesuburan total (TFR) di Indonesia kini juga sudah turun menjadi 2,24. Angka itu menunjukkan bahwa rata-rata perempuan yang melahirkan sejak tahun 1970-an sudah mengalami penurunan yang bermakna dengan baik sampai tahun 2000.

Sedangkan pada masa pandemi COVID-19, melalui pelayanan sejuta akseptor yang dilakukan dengan mematuhi protokol kesehatan, Indonesia sanggup mempertahankan persentase pasangan usia subur (PUS) yang menggunakan alat kontrasepsi pada angka 57 persen.

“Ini sesuatu yang baik di mata United Nation (UN) karena tahun ini kita juga mengangkat hak-hak reproduksi, memperhatikan hak-hak manusia dan keluarga tetap kita bisa mempertahankan pertumbuhan penduduk yang baik,” ucap Hasto.

Baca juga: BKKBN: Harganas bisa dijadikan momentum rencanakan kelahiran

Sebelumnya, Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN Irma Ardiana mengatakan bahwa pemerintah perlu melakukan semacam penyesuaian terhadap percepatan penurunan stunting untuk mencapai angka 14 persen pada tahun 2024.

“Untuk bisa menekan laju stunting sampai dengan 3,4 persen, beberapa best practice yang kita pelajari di beberapa negara juga sudah menunjukkan bahwa mereka sanggup menekan prevalensi itu,” kata Irma.

Irma menuturkan salah satu negara yang dapat dicontoh oleh Indonesia adalah Peru yang mampu menurunkan angka prevalensi hingga 4,25 persen per tahun. Penanganan kekerdilan anak di bawah dua tahun (baduta) di daratan Amazon di Peru berfokus pada keluarga miskin, membuat sebuah skema insentif finansial yang diberikan kepada para ibu untuk memeriksakan tumbuh kembang anak ke fasilitas kesehatan, dan menjalankan program Water Sanitation and Hygiene (WASH) untuk kesejahteraan bagi ibu dan anak dalam mengakses sanitasi yang bersih.

Baca juga: BKKBN mendorong Kampung KB bantu gizi percepat penurunan stunting

"Indonesia juga dapat berinovasi dengan upaya Korea Utara menginisiasi adanya kegiatan konsumsi protein hewani satu telur per hari karena kekerdilan erat kaitannya dengan konsumsi protein hewani. Termasuk pemberian vitamin A, obat cacing, dan bubuk vitamin taburia pada ibu yang memiliki bayi usia 6-23 bulan dua kali per tahun," katanya.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022