Jakarta (ANTARA) - TikTok Indonesia melalui surveinya kepada para pengguna TikTok Shop menemukan fakta menarik bagi para pelaku bisnis ataupun brands untuk tetap memanfaatkan momen Hari Belanja Online Nasonal (Harbolnas) sebagai sarana penjualan karena momen itu masih menjadi primadona bagi konsumen di Tanah Air.

Baca juga: TikTok kenalkan fitur TikTok Shop bareng Nagita Slavina

Tidak hanya Harbolnas, momen- momen penjualan di tanggal kembar seperti 9.9, 10.10, atau 11.11 yang disebut TikTok sebagai masa "Megasales" juga termasuk sebagai salah satu momen yang ditunggu oleh para konsumen di Indonesia.

"Menurut studi yang kami lakukan memang pengguna TikTok di Asia Tenggara cenderung berbelanja lebih banyak di musim mega sales. Kalau bicara di Indonesia 75 persen pengguna memang berniat untuk berbelanja lebih banyak di musim mega sales ini," kata Head of Business Marketing TikTok Indonesia Sitaresti Astarini dalam konferensi pers virtualnya, Selasa.

Survei yang dilakukan di kuartal keempat 2021 itu menguak beberapa fakta menarik terkait pola belanja lewat layanan daring terkhusus TikTok Shop di Tanah Air.

Mulai dari pola marketing yang berubah hingga efek jangka panjang dari hadirnya konten- konten mengenai momen Mega Sales.

Baca juga: Kiat mudah bagi pelaku UMKM jadi kreator dengan manfaatkan TikTok

Pada pola marketing, sebelum masifnya adaptasi penggunaan e-commerce pelaku usaha atau pun jenama memang mengadopsi pola marketing linear yang dimulai dari pengenalan produk, hingga berakhir pada pembelian.

Namun di era adaptasi e-commerce dan kreator konten pola marketing berubah menjadi pola infinity loop.

"Dulu setelah pembeli melakukan pencarian dan pembelian marketingnya selesai di situ, Tapi kalau sekarang tidak berhenti karena adanya interaksi di dalam komunitas, ada ulasan produk, dan itu membantu pelaku usaha dan brand untuk mengenalkan produk mereka dan terjadi penjualan baru. Itu yang membuat transaksinya tidak lagi linear dan berakhir menjadi infinity loop," kata Sita.

Dampak pola marketing baru itu pun terlihat dari survei TikTok yang menunjukkan 71 persen pengguna menemukan produk- produk baru selama masa Mega Sales, dengan perbandingan 1 dari 2 pengguna mencari tahu lebih jauh produk yang ditemukannya dan tak sedikit yang melakukan pembelian di musim belanja bulan berikutnya.

Baca juga: "Follow Me", program TikTok khusus UKM

Kondisi infinity loop rupanya bisa tercipta karena ulasan berbentuk video yang memperlihatkan bentuk produk hingga pengalaman langsung dari para kreator memberi kesan hiburan yang interaktif dan bukan sebuah medium iklan yang bersifat hardselling.

"Ketika kita melihat konten yang menghibur, akan tercipta pemikiran yang positif. Jadi ketika pengguna melihat ulasan atau konten produk itu lebih mudah menerima pesannya, tidak hanya itu kemungkinan untuk melakukan pembelian pun menjadi lebih mudah," katanya.

Hal itu terlihat pada temuan 8 dari 10 orang pengguna TikTok melakukan pembelian setelah melihat ulasan sebuah produk dari kreator konten ataupun jenama yang terlihat menyenangkan.

Menariknya dengan ulasan-ulasan yang terkait musim berbelanja daring, pembelian tetap terjadi meski musim itu telah berakhir.

TikTok melihat hal itu berkat adanya tagar- tagar terkait yang tidak terpengaruh meski musim berbelanja sudah berakhir atau belum dimulai seperti contoh tagar #unboxing, #haul, ataupun #RacuninTikTok.

"Jadi pelaku usaha ataupun brand itu penting untuk terhubung dengan komunitas mengingat pengguna TikTok merupakan para pembeli yang enganged dan tertarik dengan konten- konten bermuatan hiburan sehingga pesan yang disampaikan bisa optimal melalui TikTok," tutup Sita.



Baca juga: Apple dan Google didesak singkirkan TikTok dari pusat aplikasi

Baca juga: TikTok hadirkan #SerunyaBelajar inisiatif edukatif yang menyenangkan

Baca juga: TikTok pindahkan data penggunanya di AS ke penyimpanan Oracle

Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022