Jakarta (ANTARA News) - Aparat kepolisian sudah mengantisipasi rencana aksi demonstrasi besar dari masyarakat yang menolak kedatangan Menlu Condoleezza Rice, dengan memperketat pengamanan di depan gedung Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat (AS) di Jalan Merdeka Selatan Jakarta, Selasa. Suasana jalan utama di depan gedung kedutaan berdinding beton tinggi itu hingga Pukul 11.10 WIB lancar. Namun, aparat kepolisian sudah memasang gulungan kawat berduri di sepanjang depan kompleks kedutaan yang bertetangga langsung dengan Kantor Sekretariat Wakil Presiden itu. Dua mobil anti huru hara Polri yang dilengkapi dengan meriam air pun sudah diparkir di ujung sisi kiri dan kanan gedung. Personel polisi tidak tampak dalam jumlah besar. Yang justru mencolok adalah kehadiran beberapa mobil pemancar stasiun TV swasta, seperti SCTV dan Metro TV. Sehari sebelumnya, Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Ismail Yusanto, telah menegaskan akan adanya demonstrasi ribuan warga yang menolak kunjungan dua hari Menlu AS, Condoleezza Rice, di Jakarta mulai Selasa (14/3) karena ia dianggap sebagai arsitek invasi AS ke Afghanistan dan Irak. "Kita menolak kehadiran Condoleezza Rice. Bukan hanya Hizbut Tahrir saja yang menolak, tetapi Forum Umat Islam yang menghimpun 35 ormas (organisasi kemasyarakatan) Islam," katanya. Demonstrasi damai itu akan berlangsung di depan Kedutaan Besar (Kedubes) AS, Jalan Merdeka Selatan, Selasa, katanya. Penolakan terhadap kunjungan Menlu AS itu karena dia bersama Menteri Pertahanan Donald Rumsfeld dan mantan Wakil Menteri Pertahanan, Paul Wolfowitz, adalah arsitek penyerangan terhadap Irak. "Condi turut bertanggungjawab terhadap kehancuran Irak," katanya. Dalam konteks Indonesia-pun, kunjungan Condoleezza Rice ini sarat dengan upaya Gedung Putih mengamankan kepentingan AS, kata Ismail. "Secara khusus, Amerika Serikat punya persoalan dengan kita, dalam konteks PT Freeport Indonesia dan Blok Cepu. Kita kedatangan seorang Menlu dari negara yang banyak menimbulkan masalah. Condi turut bertanggungjawah dalam invasi Amerika ke Irak, sehingga pantas dipertanyakan atas nama nilai apapun, termasuk nilai perdamaian dan eksistensi umat Islam," katanya. Ditanya tentang adanya peluang bagi Pemerintah Indonesia untuk menanyakan akses informasi langsung ke tersangka teroris, Hambali, yang berada di tangan AS, Ismail hanya mengatakan "sesunguhnya perang melawan terorisme hanyalah klaim sepihak Amerika, termasuk akses ke orang-orang yang dituduhnya menjadi biang teroris, seperti Umar al Faruq dan Hambali." Agenda kegiatan Condi Terkait dengan rencana kunjungan Rice ke Jakarta pada 14-15 Maret ini, Juru Bicara Deplu RI, Desra Percaya, mengemukakan selain bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah pejabat tinggi lainnya, ia juga dijadwalkan menyampaikan pidato tentang kebijakan luar negeri AS di forum ICWA (Indonesian Council of World Affairs). Rice juga bertemu Menlu Hassan Wirajuda dan Menko Perekonomian Boediono, katanya. Keberadaan Condi di Jakarta pada tanggal 14 juga diisi dengan kunjungan ke sebuah madrasah di Jalan Raden Saleh Jakarta. "Kunjungan ke madrasah itu dalam konteks bantuan USAID (Badan Bantuan Pembangunan Internasional AS, red)," katanya. Pada Rabu (15/3), Condi akan melakukan wawancara dengan media televisi usai dirinya memberikan pidato di depan peserta ICWA. Setelah waktu makan siang, Menlu AS itu akan meninggalkan Jakarta dan langsung bertolak ke Australia. Mengenai agenda kunjungan di Jakarta, Desra mengatakan kunjungan Menlu AS itu terutama akan membicarakan masalah bilateral, peningkatan hubungan dan kerja sama AS-Indonesia, serta membahas isu-isu kawasan. "Saya pikir masalahnya luas, tidak tertutup kemungkinan untuk membahas isu yang `pending`, baik politik maupun ekonomi," jawab Desra ketika ditanya apakah agenda pembicaraan Rice juga akan menyentuh masalah aset-aset AS di Indonesia. Sementara itu, Indonesia kemungkinan juga akan mengangkat isu tentang Hambali, WNI yang ditahan di AS karena diduga terlibat jaringan terorisme internasional Al-Qaeda. Dalam jumpa pers di Deplu, Jumat lalu (10/3), Jubir Deplu lainnya, Yuri Thamrin, menyatakan wajar apabila soal Hambali disinggung dalam pertemuan antara pemerintah Indonesia dengan Menlu AS Condoleezza Rice. Yuri menyatakan Indonesia telah berkali-kali menyampaikan Indonesia ingin mendapatkan akses untuk kontak langsung dengan Hambali dan bahwa informasi dari tangan kedua tidak cukup. "Oleh karena itu, kalau masalah itu diangkat dalam pertemuan dengan Menlu AS, bisa -bisa saja," ujarnya dan menambahkan bahwa sebenarnya Indonesia sudah terlalu lama menunggu jawaban AS tersebut tentang kapan akses langsung kepada Hambali akan diperoleh Indonesia. Kunjungan Rice ke Indonesia merupakan bagian dari rangkaian perjalanan Menlu AS itu ke beberapa negara. Kunjungannya diawali ke Chile pada 11-12 Maret, Indonesia pada 14-15 Maret, dan terakhir ke Australia pada 16-18 Maret. (*)

Copyright © ANTARA 2006