Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Kehutanan masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, Nurmahmudi Ismal mengatakan, Departemen Kehutanan tidak pernah mengeluarkan Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) untuk Surya Dumai Group. "Ijinnya adalah pelepasan kawasan hutan, tidak ada urusan tentang IPK," kata Nurmahmudi seusai diperiksa selama sebelas jam di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jalan Veteran, Jakarta, Selasa. Ijin yang dikeluarkan Dephut, lanjut dia, hanya untuk pelepasan kawasan hutan saja yang dimohonkan oleh Surya Dumai untuk perkebunan kelapa sawit. Walikota Depok itu mengatakan, ia belum pernah mendapatkan presentasi secara detil tentang rencana pembukaan lahan satu juta hektar untuk perkebunan kelapa sawit yang diprogramkan oleh Gubernur Kalimantan Timur Suwarna AF. Permohonan pelepasan kawasan satu juta hektar itu diajukan secara bertahap dengan jumlah yang berbeda-beda. Secara prosedur, menurut Nurmahmudi, setelah perusahaan mengajukan permohonan kepada Menhut maka Menhut akan mengevaluasi apakah kawasan yang dimohonkan termasuk kawasan konservasi atau tidak. "Kalau kawasan kehutanan itu adalah bukan kawasan konservasi, maka itu boleh diberikan ijin pelepasan kawasan. Tinggal yang perlu dievaluasi apakah setelah mendapat ijin, perusahaan itu merealisasikan untuk kebun kelapa sawit atau tidak," tuturnya. Ia mengatakan tidak tahu apakah Dephut melaksanakan evaluasi atau tidak karena dirinya saat itu baru menjabat sebagai Menhut. Saat itu, menurut dia, ada beberapa perusahaan yang mengajukan permohonan selain Surya Dumai. Namun, Nurmahmudi mengelak menjawab mengapa akhirnya Surya Dumai yang diberi ijin pelepasan hutan. "Tentang itu, jangan nanya saya," ujarnya. Nurmahmudi mengatakan Gubernur Kaltim Suwarna seharusnya bertanggungjawab atas pelaksanaan evaluasi dan penyalahgunaan ijin pelepasan hutan yang dilakukan Surya Dumai. "Tidak bisa melemparkan tanggungjawab kepada Dephut saja, itu ada di Gubernur. Kami bertanggungjawab hanya sebagai menteri adalah memberikan keterangan tentang pelepasan saja. Evaluasi itu juga harus dilakukan Dirjen, badan planologi dan ada juga yang dari Gubernur," ujarnya. Nurmahmudi mengakui ada beberapa rekomendasi yang disampaikan Suwarna kepada Dephut, namun ia menolak berkomentar tentang itu. "Ada sebagian rekomendasi yang layak diberikan oleh beliau, ada juga yang mungkin tidak layak. Oleh karena itu saya lebih baik tidak berkomentar tentang itu," katanya. Proyek pembukaan lahan sejuta hektar diprogramkan oleh Gubernur Suwarna pada 1998 di wilayah Penajam Utara, Berau, Kalimantan Timur. Surya Dumai Group yang membawahi beberapa puluh perusahaan diberi ijin untuk mengelola kawasan tersebut menjadi kebun kelapa sawit. Namun pada akhirnya, dari satu juta hektar, hanya 2.000 hektar yang ditanami oleh perusahaan itu sedangkan sisanya hanya diambil kayunya saja. Kasus tersebut sudah dilaporkan oleh Aliansi Penyelemat Kaltim (APK) ke KPK pada 13 Desember 2004. Menurut mereka, hutan di Kaltim menjadi rusak karena ada beberapa penyimpangan dalam perubahan fungsi hutan produksi menjadi kawasan budidaya non hutan. Menurut APK, pada 1998, tak lama setelah dilantik, Suwarna mecanangkan program satu juta hektar lahan sawit tanpa ada landasan hukum yang sah. Pada 1999, Nurmahmudi mengeluarkan SK No 30/KPTS-II/1999 yang memberi kewenangan pada gubernur untuk memberi hak pengelolaan hutan di bawah 10 ribu hektar. Selanjutnya, Suwarna memberi rekomendasi pembangunan perkebunan kelapa sawit pada Surya Dumai. Atas dasar itu, puluhan perusahaan di bawah Surya Dumai membuka hutan dengan melakukan penebangan kayu. Suwarna tidak hanya mengeluarkan rekomendasi, tetapi juga mengeluarkan IPK kepada Surya Dumai sehingga akhirnya perusahaan juga menjual kayu dari hutan tersebut.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006