Labuan Bajo (ANTARA) - Pejabat Kemendikbudristek mengatakan empat isu prioritas yang telah disepakati akan diadopsi dalam Education Working Group (EdWG) oleh semua anggota dalam Pertemuan Kedua Sherpa G20 di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).

"Isu pertama itu universal quality education yaitu untuk memastikan bahwa sistem pendidikan menyediakan kesempatan belajar yang adil," kata Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Anindito Aditomo kepada wartawan di Labuan Bajo, Senin.

Dalam isu prioritas pertama itu, pendidikan yang berkualitas bagi semua atau universal quality education harus menjadi sistem pendidikan yang menyediakan kesempatan belajar yang adil dan bisa diakses oleh semua anak terlepas dari latar belakang gender, budaya, dan sosial ekonomi.

Selanjutnya, ada isu kedua yakni peran teknologi dalam pendidikan terutama untuk menyediakan pendidikan yang berkualitas bagi semua.

Chair EdWG ini menjelaskan bahwa semua negara menyepakati teknologi memiliki peran yang sangat krusial untuk menyediakan akses pendidikan berkualitas secara adil.

Posisi teknologi

Namun, posisi teknologi bukan untuk menggantikan guru tapi digunakan untuk memberdayakan guru dalam menyediakan kesempatan belajar yang adil.

Dalam isu kedua ini, banyak negara termasuk Indonesia memberi catatan atau highlight tantangan dari teknologi. Menurut mereka, teknologi digital memiliki kesenjangan, baik pada akses infrastruktur, isu etis, dan isu keamanan (security).

Pada isu ketiga, mereka membahas tentang solidaritas dan kemitraan dengan konsep khas yang ditonjolkan Indonesia yakni gotong royong.

Anindito menjelaskan konsep gotong royong di Indonesia bukan sekadar kolaborasi tapi kolaborasi yang ditujukan pada pencapaian tujuan bersama, tujuan yang bersifat sosial. Dia menyebut konsep ini diapresiasi banyak negara dan menjadi tema yang terus dimunculkan secara kuat dalam laporan serta ministerial declaration nantinya.

Menurutnya, semangat gotong royong solidaritas dan kemitraan menjadi sangat penting untuk bangkit kembali setelah pandemi COVID-19.

"Karena pandemi menunjukkan bahwa nasib satu bangsa terkait dengan nasib bangsa lain, nasib komunitas tidak bisa lepas dari komunitas lain. Kita tidak bisa bangkit sendirian, kita harus bangkit bersama-sama karena hanya dengan demikian kita bisa menjaga tujuan masing masing," ujarnya.

Berikutnya isu keempat yang diangkat ialah masa depan dunia kerja setelah pandemi COVID-19. Pada isu ini, mereka mengajukan konsep pendidikan yang harus dipikirkan kembali, bukan untuk pendidikan vokasi saja tapi juga pendidikan dasar dan menengah secara umum.

Dalam laporan EdWG yang juga akan berlangsung dua kali lagi, terangkum praktik baik dan kebijakan tentang empat isu tadi dari semua negara G20. Dia mengatakan sebagian besar negara telah berkontribusi menjawab pertanyaan dan informasi. Laporan itu akan mencerminkan kebijakan dan praktik pendidikan yang bisa menjadi rujukan bagi negara lain dalam mencapai menyediakan pendidikan berkualitas bagi semua.

"Secara substansi semua sudah sepakat, tapi ada cara penggunaan istilah dan terminologi yang masih harus disesuaikan dalam pertemuan berikutnya," ungkapnya.

Pertemuan Kedua Sherpa G20 ini dihadiri secara langsung oleh delegasi 19 negara anggota G20, sembilan negara undangan, dan 10 negara internasional di Labuan Bajo. Adapun satu negara anggota G20 yang hadir secara virtual ialah Amerika Serikat. Pertemuan akan berlangsung hingga 13 Juli 2022.

Pewarta: Fransiska Mariana Nuka
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022