Jakarta (ANTARA News) - Komisi IV DPR menargetkan RUU Sistem Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (SPPPK) dapat selesai dan disetujui dalam Rapat Paripurna DPR selambat-lambatnya Mei 2006. "Pembahasan substansi sebenarnya sudah 96 % selesai. Jadi saat ini kita tinggal menunggu surat persetujuan dari Presiden," kata Ketua Komisi IV DPR, Yusuf Faishal di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu. DPR berharap dengan disahkannya RUU SPPPK, Pemerintah segera melakukan penyusunan peraturan turunan dari UU tersebut. "DPR dan pemerintah bahkan saat ini sedang mengkaji turunan dari UU Sistem Penyuluhan, seperti Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menterinya. Pengaturan masalah kelembagaan penyuluhan inilah yang paling krusial, baik terkait dengan fungsi maupun kelembagaannya," katanya. Menurut Yusuf, pengaturan tentang penyuluhan sangat diperlukan, untuk mendorong upaya swasembada pangan. "Sebab salah satu kunci sukses swasembada beras pada 1984 adalah program Bimbingan Massal. Dalam program tersebut penyuluhan pertanian dilakukan secara komprehensif, intergral dan mengacu pada satu sasaran yang jelas melalui koordinasi yang sangat ketat antar instansi terkait," tambahnya. Komisi IV DPR mentargetkan selambat-lambatnya 23-24 Maret, dalam Rapat Kerja dengan tiga menteri, yaitu Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan dan Menteri Kelautan dan Perikanan, Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU SPPK dapat dimatangkan. "Tinggal Tim Perumus menyelesaikan masalah-masalah seperti sinkronisasi bahasa," tambahnya. Ketua Komisi IV DPR itu mengatakan untuk mengurusi masalah penyuluhan di masa depan , sebuah badan koordinasi akan segera dibentuk. "Badan Koordinasi tersebut yang akan mengkoordinasikan tiga departemen dalam melakukan penyuluhan. Setiap departemen diwakili oleh Badan Penyuluhannya masing-masing," katanya. Sebelum memutuskan untuk membentuk Badan Koordinasi, masalah kelembagaan penyuluhan sempat menjadi perdebatan yang seru dalam rapat-rapat pembahasan. "Namun kita melihat akibat adanya eforia otonomi daerah, banyak aktivitas koordinasi-koordinasi yang terhenti dan terputus-putus. Baik koordinasi antara pusat dan daerah maupun koordinasi antar departemen. Diharapkan Badan Koordinasi bisa merajut kembali hal-hal yang sempat terputus antara pusat dan daerah, antar departemen," kata Yusuf. Namun sifat kelembagaan Badan Koordinasi Penyuluh hanya mengkoordinasi saja. "Dia bukan dalam bentuk lembaga pemerintah non departemen," tambahnya. Badan itu nantinya akan merumuskan secara terperinci masalah metoda penyuluhan, strategi penyuluhan, kebijakan penyuluhan. "Sedang untuk pembinaannya seperti penjenjangan tetap sesuai dengan departemen masing-masing lewat jalur PNS-nya," katanya. Menurut Yusuf, RUU SPPPK mengadopsi pandangan revitalisasi pertanian yang dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di mana pertanian dipandang secara luas, yaitu meliputi pertanian, perikanan dan kehutanan. Ia berharap dengan diaturnya masalah penyuluhan dalam UU tersendiri, masalah penyuluhan yang sempat terabaikan akan dapat lebih ditata kembali. (*)

Copyright © ANTARA 2006