"Dulu, kami menyajikan semua mie soba dingin dengan sepotong wasabi mentah, tapi sekarang kami tidak bisa lagi melakukannya," kata Onishi.
Tokyo (ANTARA) - Seorang petani Jepang bernama Masahiro Hoshina mulai mengkhawatirkan musim topan beberapa bulan sebelum dimulai.

Ia dihantui oleh kenangan akan hujan lebat dan tanah longsor yang menghanyutkan pertanian wasabi selama badai yang terjadi pada 2019.

"Baru-baru ini kekuatan badai terasa sangat berbeda dari sebelumnya karena dampak pemanasan global. Badai ini semakin kuat," kata petani berusia 70 tahun itu yang tinggal di Okutama, di barat pusat kota Tokyo.

"Karena badai itu sudah pernah terjadi sekali, tidak ada jaminan itu tidak akan terjadi lagi," ujarnya.

Wasabi, yang terbuat dari lobak pedas Jepang yang merupakan bagian penting dari sushi dan dioleskan ke irisan ikan mentah atau ke dalam semangkuk sup soba, biasanya ditanam di sepanjang sungai di lembah sempit.

Kondisi itu membuat pertanian untuk menghasilkan wasabi rentan terhadap bencana.

Topan Hagibis, yang menghantam Jepang timur pada 2019, memangkas produksi pertanian di Okutama hampir 70 persen pada 2020. Perlunya penanaman kembali dan perawatan yang hati-hati membuat pertanian lobak pedas di sana membutuhkan waktu hampir tiga tahun untuk pulih.

Para ahli mengatakan pemanasan global mempengaruhi produksi pertanian tidak hanya dengan peningkatan jumlah dan keparahan badai, tetapi dengan meningkatnya suhu yang mengancam pertumbuhan tanaman (lobak pedas), yang harus berada di air secara konsisten dengan suhu 10-15 derajat Celsius sepanjang tahun.

Kurangnya wasabi juga dapat membahayakan makanan tradisional Jepang seperti sushi dan sashimi, di mana rasa wasabi digunakan sebagai pemberi rasa yang kontras dengan ikan mentah.

Cuaca bukan satu-satunya kendala yang dihadapi petani wasabi. Penurunan populasi pedesaan karena penuaan berarti tidak ada penerus yang akan menjalankan pertanian tanaman lobak pedas.

Karena dua faktor tersebut, hasil wasabi yang ditanam di air yang mengalir jernih, seperti di pertanian Hoshina, telah turun menjadi setengah dibandingkan pada 2005, menurut Kementerian Pertanian Jepang.

Norihito Onishi, kepala manajer penjualan di rantai restoran mie soba bernama Sojibo, telah melihat bisnisnya terdampak langsung akibat kekurangan dan masalah pasokan wasabi.

Restoran-restoran tersebut sudah lama dikenal karena memungkinkan pelanggan menggiling akar lobak pedas untuk membuat wasabi mereka sendiri dan menghasilkan pasta pedas yang digunakan sebagai bumbu soba. Namun, sebagian besar restoran harus menyerah.

"Dulu, kami menyajikan semua mie soba dingin dengan sepotong wasabi mentah, tapi sekarang kami tidak bisa lagi melakukannya," kata Onishi.

Meskipun akar wasabi berlimpah ketika restoran pertama kali dibuka 30 tahun lalu, Onishi mengatakan selama 5 hingga 10 tahun terakhir ada saat-saat dia tidak bisa mendapatkan wasabi sama sekali.

Menurut dia, akar berharga itu sekarang tersedia hanya untuk jenis hidangan tertentu.

"Jika pasokan wasabi yang tidak stabil ini terus berlanjut, karena banyak faktor termasuk pemanasan global, kami akan menghadapi situasi di mana kami perlu mencari cara lain untuk mengatasi masalah tersebut sehingga kami tidak berakhir dengan tidak menyajikan wasabi mentah sama sekali, " ucap Onishi.

Sumber: Reuters

Penerjemah: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2022