"Kami mendesak agar pemerintah berlaku transparan kepada rakyat, se-transparan mungkin. Karena tanpa itu semua, kecurigaan akan sangat mungkin muncul di masyarakat," tambah Tifatul.
Jakarta (ANTARA News) - Menyusul keputusan untuk menjadikan PT. ExxonMobil Oil Indonesia (EMOI) sebagai operator Blok Cepu, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengaku akan menjajaki kemungkinan pengajuan hak angket kepada pemerintah. "Kami akan mendalami kontrak Cepu, apakah PKS akan mengajukan hak angket atau tidak, membawa masalah ini ke ranah politik atau tidak," kata Tifatul Sembiring, Presiden PKS, di Jakarta, Rabu. Secara khusus Tifatul menyebutkan secara internal PKS akan menggelar rapat khusus soal kesepakatan kerja sama operasi (joint operating agreement/JOA) pengembangan Blok Cepu, Jumat (17/3). "Jangan sampai kontrak Cepu mengulang kasus Freeport, Caltex, dan Newmount, yang hanya menguntungkan segelintir orang dan menyisakan masalah bagi orang banyak" kata dia. PKS, menurut Tifatul, mempertanyakan mengapa harus Exxon yang menjadi operator, padahal anak bangsa bisa mengelola Cepu bahkan dengan biaya yang lebih murah. "Kami mendesak agar pemerintah berlaku transparan kepada rakyat, se-transparan mungkin. Karena tanpa itu semua, kecurigaan akan sangat mungkin muncul di masyarakat," tambah Taifatul. Dalam kesempatan itu PKS berpendapat, penilaian bahwa bila Exxon menjadi operator di Cepu, maka akan ada transfer teknologi adalah argumen yang tidak tepat. "Transfer teknologi dari operator asing tidak terbukti secara empiris di berbagai lokasi eksplorasi pertambangan di Indonesia," kata Tifatul. PT Pertamina (Persero) dan ExxonMobil Oil Indonesia (EMOI) menandatangani JOA Blok Cepu, di Jakarta, Rabu siang. Penandatanganan itu dilakukan oleh Dirut PT Pertamina EP Cepu (PEPC) - anak perusahaan Pertamina - Hestu Bagyo dan Presiden Direktur EMOI Peter Coleman, yang mewakili anak perusahaan Mobil Cepu Limited (MCL) dan Ampolex (Cepu) Ptd Ltd (ACL). Turut menyaksikan penandatanganan tersebut Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, Menneg BUMN Sugiharto dan Dirut Pertamina Ari H Sumarno. Penandatanganan tersebut mengakhiri berlarut-larutnya pembahasan JOA yang telah dilakukan sejak Oktober tahun lalu, karena baik Pertamina maupun ExxonMobil sama-sama berkeinginan menjadi operator di Blok Cepu. Negosiasi belum juga selesai meski pemerintah telah membentuk Tim Negoisasi yang diketuai Deputi Menneg BUMN Roes Ariawijaya. Berlarut-larutnya pembahasan JOA diduga karena mantan Dirut Pertamina Widya Purnama sangat berkeinginan Pertamina menjadi operator Blok Cepu. Peta kemudian berbalik, beberapa hari setelah Widya digantikan Ari Sumarno, negosiasi Blok Cepu diselesaikan dengan menetapkan Mobil Cepu Limited (MCL) - anak perusahaan EMOI - menjadi operator selama 30 tahun operasi yakni hingga tahun 2035. Meski dipegang MCL, namun kegiatan operasi tersebut dilakukan bersama-sama Pertamina. Dalam Struktur Organisasi Bersama Cepu, posisi puncak yakni Komite Operasi Bersama (KOB) terdiri atas PEPC dan MCL. Di bawah KOB terdapat Organisasi Proyek Cepu (OPC) yang merupakan pelaksana proyek, duduk di sana sebagai General Manager adalah MCL dan wakilnya dari pihak PECP. Blok Cepu ditargetkan mulai berproduksi per 31 bulan ke depan. Pada tahap awal, target produksi dari Lapangan Banyu Urip adalah 25.000-40.000 barel per hari, dan setelah enam bulan diperkirakan mencapai puncak produksi yakni 165.000 barel per hari. Secara total biaya investasi pengembangan Blok Cepu mencapai 2,5-2,6miliar dolar AS. Khusus investasi pengembangan Lapangan Banyu Urip mencapai 1,1-1,2miliar dolar AS. Blok Cepu ditengarai mengandung minyak 600 juta barel dan gas bumi 1,7 triliun kaki kubik. Selain Banyu Urip, lapangan produksi lainnya adalah Alas Dara/Kemuning, Jambaran, Sukowati, Cendana dan Alas Tua.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006