Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa sistem pajak internasional harus menampung suara dari negara-negara berkembang.
​​​
“Pekerjaan untuk membangun sistem pajak yang efektif di negara-negara berkembang tidak pernah menjadi lebih penting daripada hari ini dan harus tetap menjadi fokus pada G20,” katanya saat menyampaikan sambutan pada forum G20 bertajuk Tax Symposium di Bali, Kamis.

Menkeu Sri Mulyani berpendapat kondisi dunia sekarang menjadi lebih kompleks dari sebelumnya. Dunia menjadi lebih hyperconnected dan berubah sangat cepat, melibatkan model bisnis, serta perubahan kebiasaan konsumen.

Sehingga, arsitektur pajak internasional harus dimodifikasi agar bisa menanggapi perkembangan baru dan perubahan tersebut membutuhkan kesepakatan global untuk dapat bekerja sepenuhnya.

“Ini termasuk tindakan bersama dalam menjaga keadilan dan keadilan dari sistem itu sendiri. Tanpa konsensus solusi di tingkat global terdapat risiko dispute perpajakan dan perdagangan, mengurangi kepastian perpajakan dan investasi,” jelasnya.

Baca juga: Menkeu terbitkan obligasi hijau senilai 4,8 miliar dolar AS sejak 2018

Negara-negara anggota G20 dan G20-OECD BEPS Inclusive Framework telah berkomitmen untuk meningkatkan partisipasi negara berkembang untuk merancang dan mengimplementasikan standar perpajakan internasional.

Adanya struktur perekonomian, finansial, teknikal yang berbeda serta pembatasan data, membuat negara-negara berkembang menghadapi tantangan yang lebih berat dalam mengimplementasikan standar perpajakan internasional dibandingkan dengan negara-negara maju. Bahkan diperkirakan bahwa negara-negara berkembang mengalami pengurangan revenue yang lebih besar dalam cross border tax evation.

Oleh karena itu Sri Mulyani menegaskan agar suara dari negara berkembang harus didengarkan dan dipertimbangkan, terutama partisipasi mereka harus sepenuhnya terintegrasi dengan proses pengambilan keputusan.

“Sehingga mereka mempunyai pengaruh langsung dalam membentuk peraturan perpajakan internasional untuk mengatasi based erotion profit shifting dan memastikan playing field yang setara,” tuturnya.

Baca juga: Menkeu: Potensi ekspor kredit karbon sektor kehutanan Rp2,6 triliun

Lebih lanjut ia menyampaikan bahwa standar perpajakan internasional juga harus menjadi solusi global untuk berbagi tantangan. Untuk itu, penting untuk membangun konsensus tentang standar perpajakan melalui pendekatan inklusif, mempertimbangkan kapasitas serta kebutuhan dari negara berkembang dan negara yang paling terkendala. Instrumen dan konvensi yang ideal, ucapnya, harus dapat diterapkan baik di negara maju maupun negara berkembang.

“Ini adalah pekerjaan kita untuk memastikan bahwa kemajuan yang dicapai dalam pertukaran informasi dan pemberantasan based erotion profit shifting adalah untuk kepentingan semua anggota. Tidak boleh ada negara yang tertinggal,” kata Sri Mulyani.

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2022